Siapa yang menyangka, mengembangkan hobi menulis membawa berkah bagi karir serta kehidupan bagi seseorang. Hal ini seperti yang lakoni Tofan Mahdi, yang menjalani karirnya sebagai penulis sejak usia dini. Berkat ketelatenanya, Tofan menapaki karir hingga di dalam jajaran manajemen grup perusahaan besar yakni PT Astra Agro Lestari Tbk sebagai Head of Corpotate Communications.
Pria kelahiran Pasuruan, Jawa Timur ini bercerita tentang pengalaman menulis yang digemarinya sejak bangku SD. Tofan mengaku SD hingga SMA di Pasuruan. Lalu melanjutkan belajarnya di Universitas Muhamadiyah Jember (UMU). Kegemaran menulis terus dilanjutkan ke bangku kuliah, hingga masuk ke Redaksi Jawa Pos sebagai Jurnalis.
Selama kuliah, di UMU Tofan terus mengobarkan semangatnya untuk menulis karya ilmiah. Alhasil, Tofan dinobatkan sebagai penulis Juara II se grup UMU seluruh Indonesia. Tidak berhenti disini, Tofan juga menyabet gelar Juara II dalam perlombaan menulis artikel yang diselenggarakan PBB.
Di Jawa Pos, Tofan dengan tekun mengembangkan ide dan menuangkannya didalam pemberitaan koran terbesar di Jawa ini. Pada awalnya Tofan, seperti layaknya jurnalis pemula, meliput serta mengemasnya dalam bentuk artikel berita. Dari reporter 1997 hingga terakhir tahun 2007, sebagai Wakil Pimpinan Redaksi Jawa Pos. Akhirnya, Tofan pun diberi mandat untuk memimpin redaksi TV yakni SBO TV di Surabaya.
Selama menjadi wartawan, Tofan juga terkenal ulet serta tekun dalam menjalankan profesinya. Ia pun selalu terus menjaga hubungan baik dengan para narasumbernya, termasuk salah satunya awal dari karirnya bergabung di PT Astra Agro Lestari Tbk.
“Salah satu keunikan wartawan itu banyak teman, kalau bisa mengelola dengan baik akan membantu. Sekarang, saya terjun ke Gapki dan keseharianya sebagai VP PT Astra Agro Lestari Tbk berkat semua itu.”
Tofan Mahdi
Kini, Tofan bukan hanya mahir menulis tetapi mempunyai tugas yang amat komplek, menjaga marwah sebuah perusahaan besar, yakni Astra Group. Dalam menjalankan tugas sebagai Public Relations (PR), selalu berinteraksi dengan para jurnalis yang baru beberapa tahun ditinggalkan.
“Kalau kita bicara kontek pekerjaan, jadi wartawan dan PR kelihatanya dekat, tentang komunikasi, tetapi hakekat teknis perkejaanya jauh berbeda, karena kita sebagai komunikator, kita praktisi. Komunikasi harus manjaga hubungan baik dan mampu memberikan warna informasi yang menarik dalam meningkatkan citra di mata masyarakat.”
Berbeda dengan Jurnalis, kata Tofan, bisa menulis apa saja. Disisi lain, termasuk dalam kaitanya dengan Industri sawit nasional, dipandang dari organisasi perusahaan tentu memiliki kepentingan berbeda-beda. Hanya saja, semua itu kalau sudah menyangkut industri sawit, kita harus dahulukan kepentingan bangsa dan negara, merah putih.
Sawit, menyangkut 17 juta orang yang menggantungkan hidupnya di industri ini. Saya harus fight disitu. Dan syukurlah, akhirnya perkembangan pemberitaan serta informasi umum lainnya, informasi tentang sawit sudah menjadi perbincangan sehari-hari. Hampir setiap hari, muncul berita sawit di media pada monitoring artikel.
Tofan Mahdi
Tofan Mahdi sekarang, menjadi pribadi yang beda, berperan sebagai spokes person, meski kegemarannya menulis tidak terhenti begitu saja. Akhir-akhir ini, Tofan menuntaskan pencetakan buku pertamanya dengan judul “Pena Di Atas Langit” sebagai pengarang tunggal dipersembahkan kepada masyarakat.
Buku Pena Di Atas Langit sebetulnya tulisan ringan, dan kenapa judulnya diatas langit, karena penuangan pikiran saat dalam perjalanan terbang, dan sebagian perjalanan di luar negeri. Isinya adalah catatan ringan membandingkan kondisi negara kita sendiri dengan negara lain, dipandang dari aspek pendapatan masyarakat, ekonomi dan tentunya politik.
Ada dua Bab tentang sawit, termasuk mengenai harga sawit serta strategi komunikasi sawit. Sebenarnya keseluruhan buku ini sebanyak 30 judul artikel didalamnya, bagian pertama tentang negara yang dikunjungi, kedua tulisan pemikiran negeri ini untuk maju ke depan, dan ketiga tentang kontemplasi, istilahnya mengistirahatkan logika. Bait terakhir, berisi belajar tentang kesabaran dan keikhlasan, untuk mengenang ibu saya sendiri pada Maret 2019, melewati usia 81 tahun.