KOPERASI, Co-operative, Co-op sesungguhnya adalah merupakan sistem perusahaan yang canggih nan futuristik. Bagaimana tidak?, koperasi sebagai perusahaan telah menemukan dan menerapkan satu sistem pembagian keuntungan /Sisa Hasil Usaha (SHU) yang menjadi bagian dari keunggulan sistem koperasi yang berbeda dengan sistem korporasi kapitalis dari sejak awal didirikan pada tahun 1844, saat pertama kali koperasi konsumen Pionner Of Rochdale didirikan di Gang Toadlane, Rochadale, Inggris.
Dalam korporasi kapitalis, kita tahu sistem pembagian keuntungan, profit, atau earning, atau devidend itu hanya dibagi kepada pemodal finansialnya atau sering disebut sebagai investor atau shareholder atau stockholder. Mereka yang mendapatkan bagian keuntungan perusahaan adalah hanya penyetor modal finansial. Hal ini berlaku sampai saat ini, saat dunia sudah serba digital, saat dunia katanya sudah mengglobal dan telah terbuka dan transparan. Saat dunia yamg katanya banyak yang menganut sistem demokrasi ini.
Tak hanya soal pembagian keuntungan, tentu soal kepemilikan perusahaan koperasi juga sangat futuristik. Mereka dari sejak awal telah memberikan kesempatan kepada siapapun untuk menjadi pemilik perusahaan koperasi yang berdiri.
Jika korporasi kapitalis hanya berikan akses kepemilikan hanya bagi pemodalnya, kepemilikan perusahaan koperasi dibuka kepemilikanya bagi pekerjanya, dan bahkan konsumen atau pelanggan perusahaan koperasi. Koperasi telah membuka kepemilikkanya bagi siapapun, miskin atau kaya, perempuan atau laki laki, tua atau muda, apapun agamanya, apapun ras dan status sosialnya dan juga interest politiknya.
Koperasi itu adalah perusahaan inklusif yang purna. Semua boleh menjadi pemilik perusahaan koperasi. Setiap saat mereka dapat bergabung dan juga keluar dari perusahaan koperasi.
Kepemilikan satu perusahaan koperasi tentu tidak hanya terkait dengan hak untuk mendapatkan SHU, tapi karena sebagai pemilik tentu mereka juga punya konsekwensi untuk memodali, membelanjakan uangnya atas layanan koperasi, turut menanggung resiko bisnis, dan termasuk mengambil keputusan di perusahaan.
Siapapun mereka yang secara formal menyatakan bergabung jadi pemilik perusahaan koperasi, maka melekatlah hak dan tanggungjawabnya sebagai pemilik perusahaan. Termasuk di dalamnya hak untuk dipilih dan memilih sebagai direksi/pengurus, sebagai pengawas, sebagai anggota komite, dan termasuk hak untuk mengambil keputusan dalam pembagian keuntungan / SHU.
Bedanya dengan korporasi kapitalis yang sudah go public dalam kepemilikanya adalah dalam sistem perusahaan koperasi itu dalam pengambilan keputusan tetap berdasarkan orangnya, bukan banyaknya modal yang disetorkan atau dimiliki di perusahaan.Setiap orang pemiliknya mereka memiliki hak suara satu orang satu suara. One person, one vote berlaku dalam sistem pengambilan keputusan koperasi.
Di dalam perusahaan koperasi, secara filosofis modal itu hanya dijadikan sebagai alat bantu bukan sebagai penentu seperti dalam korporasi kapitalis. Capital is not master but servant. Perusahaan koperasi adalah sistem perusahaan yang jadikan manusia sebagai subyek penentu secara sama, bukan ditentukan oleh kekuatan besaran modalnya seperti dalam korporasi kapitalis yang akhirnya demi pengejaran profit para pemilik modal dominan abaikan soal lingkungan dan ekspolitasi kemanusiaan.
Pembagian Keuntungan/SHU Koperasi
Kembali ke soal pembagian keuntungan/SHU koperasi, setiap orang memang punya hak untuk mengambil keputusan perusahaan sama, equal, namun demikian dalam pembagian SHU nya tentu tetap menggunakan asas resiprokatif. Mereka yang berinvestasi lebih banyak, mereka yang bertransaksi lebih banyak di koperasinya tentu harus mendapatkan bagian atau manfaat (benefit) lebih banyak. Sebab jika disama-ratakan tentu justru menciderai asas keadilanya.
Nah, bagaimana beda cara membagi keuntungan di korporasi kapitalis dengan di perusahaan koperasi itu? Caranya sejak awal telah ditemukan oleh Dr. Charles Howarth, ketua kedua Koperasi Rochdale yang belajar dari Dr Archibald Campbell yang berasal dari komunitas Owenite (penganut pemikiran Robert Owen) dan mendengarkan saran dari intelektuil Dr W King dan tokoh reformis sosial lainya. Nama temuan sistem pembagian keuntungann/SHU koperasi itu adalah Divvy ( Thompson, 2012).
Divvy secara definisi adalah merupakan sistem pembagian keuntungan/SHU yang didasarkan bukan hanya dari dasar investasi finansialnya, tapi juga didasarkan pada kontribusi dari transaksi lainya seperti pembelanjaan pada model koperasi konsumen, berdasarkan pada kontribusi lainya seperti tenaga atau pikiran serta tanggungjawab jabatanya dalam model koperasi pekerja, didasarkan pada besaran kontribusi hasil produksi pada koperasi produsen dan lain sebagainya. Divvy ini adalah sistem pembagian keuntungan /SHU di semua sektor koperasi yang dipakai di seluruh dunia hingga saat ini. Dari koperasi konsumen, simpan pinjam (Credit Union), asuransi, pertanian, peternakan, layanan publik koperasi listrik, rumah sakit, perumahan, bioskop, dan lain lain.
Dalam konteks menghitung sistem pembagian SHU ini, dihitung secara lengkap seperti dalam akuntansi perusahaan biasa. Dimana semua perusahaan pasti ketika menjalankan operasionalisasinya akan ditujukan untuk mendapatkan jumlah pendapatan (revenue) atau bahasa awamnya omset atau Penjualan dalam bahasa akuntansinya. Dari omset yang ada lalu dikurangi terlebih dulu harga pokok penjualan(HPP), lalu baru ketemu yang namanya keuntungan/SHU kotor. Dari keuntungan/SHU kotor kemudian akan dikurangkan terlebih dahulu oleh biaya biaya dan di dalamnya ada : biaya gaji, biaya penyusutan dan amortisasi, biaya adminsitrasi dan umum, biaya operasional dan lain lain. Barulah kemudian ketemu yang namanya keuntungan/SHU bersih sebelum bunga dan pajak. Bahasa kapitalisnya disebut earning before interest and tax ( EBIT). Setelah dikurangi pajak dan bunga barulah diketahui yang namanya keuntungan/SHU bersih yang kemudian akan dibagi.
Notasinya adalah sebagai berikut : P – HPP = SK – BB = SHU. P = Penjualan, HPP = Harga Pokok Penjulan, SK = SHU Kotor, BB = Biaya –Biaya, SHU = Sisa Hasil Usaha (Rugi/Untung)
Dalam sistem perusahaan kapitalis, SHU diputuskan pembagianya biasanya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan kalau di perusahaan koperasi disebut Rapat Anggota Tahunan (RAT). Di dalam RAT inilah keputusan pembagian SHU itu dibuat. Bahasa kapitalisnya adalah Devidend Policy (Kebijakan Keuntungan). Biasanya ada yang ditahan jadi cadangan dan dibagi.
Di koperasi biasanya dibagi lebih rigid lagi. Ada yang dijadikan cadangan untuk memupuk modal tambahan koperasi, dibagi ke anggota, untuk bagian direksi/pengurus/pengawasnya, untuk alokasi dana sosial dan pendidikan. Tapi semua tergantung dari keputusan perusahaan koperasi.
Nah, bagaimana dengan sistem divvy?. Sistem divvy itu adalah diambil berdasarkan pada dasar kontribusi anggota yang sekali lagi untuk bedakan dengan korporasi kapitalis adalah tidak hanya didasarkan pada kepesertaan modal finansialnya. Tapi juga didasarkan pada kontibusi lainya. Sebut saja jika dalam koperasi konsumen maka di dasarkan pada prinsip mereka yang belanja lebih banyak mendapatkan untung lebih banyak, buy more get more!.
Cara menghitungnya adalah dengan cara dari SHU yang dibagi untuk anggota kemudian ditentukan dahulu dalam RAT berapa besar prosentase yang dihitung berdasarkan modal dan berapa besar yang ditentukan berdasarkan transaksi. Misalnya untuk contoh koperasi konsumen adalah berdasarkan berapa banyak belanja mereka. Ini bisa diwujudkan menjadi sistem poin SHU.
Keunggulan Yang Tersembunyi
Sistem DIVVY adalah sebuah keunggulan dari sistem koperasi yang jika diterapkan maka akan sulit sekali dapat disaingi oleh korporasi kapitalis. Sebab, korporasi kapitalis itu selama ini hanya membagi keuntungan didasarkan pada besaran modalnya. Paling banter hanya akan memberikan bagian keuntungan pada karyawanya seperti yang berlaku pada korporasi kapitalis yang telah melaksanakan pembagian saham pada pekerjanya (employee share ownership plan/ESOP). Koperasi lebih beyond karena membagi keuntungan / SHU kepada konsumenya sekalipun. Ini akan berdampak pada loyalitas dari konsumen/nasabah/ pelanggan – pemiliknya.
Dalam sistem penganggaran keuangan dan program kerja koperasi juga akan dapat lebih mudah diukur dan diprediksi karena setiap anggota dapat langsung diukur kemampuanya secara rekam statistik untuk turut memanfaatkan layanan, berkontribusi dalam permodalan yang dibutuhkan serta ikut serta dalam aktifitas program kerja pendukungan bagi perusahaan koperasi.
Perusahaan koperasi tak hanya memiliki kecanggihan dalam manajemen karena membagi keuntungan/SHU kepada konsumenya, tapi juga dalam mengambil keputusan dasarnya adalah setiap orang sama, sehingga akan mampu ciptakan sistem yang berkeadilan bagi semua. Sehingga konsentrasi pengambilan keputusan tidak tertumpu pada satu orang. Keadilan, dan juga kendali atas kerusakan sistem perusahaan akan lebih dapat jamaninanya.
Kesimpulanya, sistem divvy adalah merupakan keunggulan komparatif dari perusahaan koperasi. Hanya sayangnya keunggulan ini di Indonesia tidak banyak dipraktekkan. Sesunggunnya jika digali lebih jauh, sesungguhnya sistem ini dapat dikembangkan inovasinya menjadi lebih mutakhir lagi, misalnya diadakan semacam bursa perolehan poin SHU dan diturunkan dalam konsep Bursa Poin SHU dalam bentuk pasar yang mungkin terkontrol dalam sistem pasar primer bukan sekunder yang menjadi bubble dan lahan spekulasi sebagaimana yang terjadi di bursa saham korporasi kapitalis./ Oleh Suroto, CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat ( INKUR Federation /www.inkur.id ) dan Ketua Asosiasi Kader – Sosio Ekonomi Strategis ( AKSES)