Oleh Sabpri Piliang, Wartawan Senior
“Jika jendela peluang muncul. Jangan tutup tirai”. Jika kesempatan meraih kemenangan, ada. Ambil! Bahkan, kalaupun peluang itu “probabilitas”-nya kecil. Upayakan, dan kejar!
Joe Girard, seorang pemasar (marketer dan wiraniaga) ulet, telah membuktikan itu. Kecilnya peluang. Sulitnya “mengalahkan” satu barrier, dia jadikan cambuk untuk sukses. Opportunity, terkadang muncul, di tengah kesulitan.
Ketika OPEC (Organisation Petroleum Exporter Countries) dan 22 negara Liga Arab, meng-embargo Oil & Gas untuk negara-negara Eropa & AS (1973-1974), Industri otomotif di Amerika Serikat (AS) lumpuh total. Mobil-mobil terparkir di jalan-jalan Kota New York, seperti tak punya arti dan terbengkalai. Tak ada BBM. Mau apa?
Hampir semua wiraniaga (salesman) dan marketer mobil di AS, terkapar. Berjatuhan seperti lalat bangkai. Namun, apa yang dilakukan Joe Girard? Dalam situasi tak berguna bagi pemilik mobil, Girard justru memperlihatkan prestasi ‘manusia unggul’.
Dalam ketiadaan BBM, ketiadaan katalis penggerak mesin otomotif, dia justru berhasil menjual sebanyak 1.425 unit mobil kepada publik di AS. Embargo minyak OPEC terhadap negara-negara Barat dilakukan, karena AS membela Israel dalam “Perang enam hari” di bulan Oktober 1973 (Yom Kippur).
Girard tak peduli. Tugasnya adalah meyakinkan pembeli. Bahwa, “sebentar” lagi BBM akan ‘cair’. Padahal, entah kapan. Sama seperti wabah Corona yang melanda dunia tahun 2020-2022 lalu. Semua tak tahu, kapan akan berakhir. Ini adalah seni (art) untuk memberi satu Euphemisme kepada pembeli.
Lazimnya, di tengah bencana, wabah, orang akan frustrasi. Lalu menutup ‘gerai’-nya. Terlebih di tengah embargo, dan tak ada crude Oil (minyak mentah) untuk diolah dan didistribusikan.
Dalam buku Rules of Selling yang ditulis sendiri oleh Joe Girard dan Tonny Gibbs dikatakan, prestasi wiraniaga hebat itu diulang lagi oleh Girard, pada tahun ke-2 embargo (1974). Di tahun sulit ini, Girard kembali menjual 1.367 unit mobil, terutama Ford. Alhasil, Guinness Book of Record, mencapnya sebagai manusia “Paling Unggul dalam Berjualan”.
Saya hanya ingin membuat satu analogi, keberhasilan Joe Girard dengan keberhasilan Timnas U-19 menjuarai Piala AFF-U19/2024, bisa saja linear. Bila menyaksikan pertandingan yang baru saja selesai, degup jantung berdentang kencang. Situasi Timnas Indonesia, banyak bahaya-nya. Posession Ball dan akurasi umpan-umpan diagonal dan vertikal Timnas, tidak sebagus Thailand.
Unggul 1-0 lewat sundulan ‘muntah’ Kadek Arel, diselesaikan oleh striker Jens Raven dengan cepat di menit ke-18. Selebihnya, meski ada serangan balik dari Timnas Indonesia, penguasaan bola Timnas Thailand, adalah lebih baik.
Lini tengah, Thailand sangat bagus. Akurasi Thanakrit Chotmuangpak dan Thanawut Phochsy, sangat lengket di Kaki. Sementara umpan antar-lini tengah Timnas Indonesia, masih sering dipotong oleh Thailand. Ini membuat para pemain lebih lelah mengejar umpan bagus, yang semestinya bisa dibawa ke areal penalti Thailand.
Apa pun, alasannya. Termasuk ulasan saya sebelum ini (Majapahit Tekuk Thailand?). Lupakan cerita, bagaimana Ken Arok membunuh Akuwu Tunggul Ametung, atau Anusapati membalas dendam kepada Ken Arok, dan Tohjaya membalas kematian ayahnya (Ken Arok) di Tumapel dan Singosari.
Semangat juara, telah menjadikan Timnas Indonesia U-19 mempersembahkan gelar ke-2 untuk Indonesia (2024). Gelar pertama, dengan pelatih yang sama Indra Sjafri (2013), serta Evan Dimas dkk (pemain), berhasil membungkam “raksasa” Vietnam lewat drama adu penalti. Skor Tipis 7-6.
Selamat untuk Timnas U-19. Selamat untuk Uda Indra (Sjafri). Tangan dingin mantan pemain PSP Padang ini, telah membawa harum nama Indonesia. Tiga gelar dalam 11 tahun terakhir telah disumbangkan oleh Uda Indra: AFF-U19 (2013), Sea Games 2023, dan AFF-U19 (2024).
Meskipun begitu, menyaksikan laga semalam. Pekerjaan Rumah pelatih Indra Sjafri, masih banyak./