SALAH satu prinsip penting dalam hukum administrasi negara adalah asas Presumptio Iustae Causa yang menyatakan bahwa setiap keputusan tata usaha negara (KTUN) yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.
Asas tersebut sangat tidak dipahami oleh Pejabat Administrasi Negara atau Pejabat Tata Usaha Negara, yaitu Menteri Koperasi dan UKM dalam hal menyelesaikan persoalan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin).
Ada dua putusan Administrasi Negara atau Tata Usaha Negara yang tidak ada pembatalan sampai hari ini tentang Dekopin: Pertama, Keppres No. 06 tahun 2011 tentang Perubahan AD Dekopin. Kedua, Surat Dirjen PP No. PPE.PP.06.03-1017, 12 Juli 2020.
Menurut asas presumtion iustae causa, kedua putusan itu harus dianggap benar menurut hukum dan harus dilaksanakan sebelum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.
Tidak ada satu pun keputusan yang hakim administrasi negara yang menyatakan dua putusan di atas bersifat melawan hukum. Bahkan dua putusan tersebut dikukuhkan oleh keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA) dan menjadikan dua putusan administrasi Negera tersebut sebagai landasan hakim mengambil keputusan.
Lalu bagaimana soal Keputusan Pengadilan Negeri (PN) Makassar soal pengesahan Nurdin Halid (NH)? Keputusan tersebut walaupun inkrah, tapi sifatnya deklaratoir. Deklaratoir adalah keputusan yang sifatnya hanya menerangkan suatu keadaan saja sehingga tidak bisa atau tidak perlu dieksekusi.
Keputusan PN Makassar hanya menerangkan bahwa NH sah menurut AD Dekopin yang belum disahkan pemerintah sesuai dengan pasal 59 UU No.25/1992 tentang Perkoperasian. Keputusan Hukum itu jelas-jelas tidak bisa dieksekusi karena keadaan hukum Dekopin masih berlandaskan Keppres No.06/2011 yang masih berlaku.
Amar putusan PN Makassar di dalamnya tidak mengandung amar condemnatoir, yaitu amar penghukuman untuk melakukan sesuatu (condemn dalam bahasa Inggris berarti menghukum). Amar condemnatoir ini dapat mewujud dalam berbagai bentuk, misalnya menghukum untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, menghukum untuk membongkar sesuatu, mengosongkan sesuatu, membayar sejumlah uang, dan sebagainya.
Nah, amar Putusan PN Makassar itu, tidak memerintahkan eksekusi atau melakukan sesuatu kepada para pihak (apalagi pejabat TUN, Menkop UKM) terhadap putusan itu.
Dengan demikian sebagai pejabat Tata Usaha dan Administrasi Negara, Kementerian seharusnya tunduk pada asas presumtion iustae causa yaitu tetap menjalankan kedua putusan tata usaha negara tersebut yaitu: Keppres No.06/2011 dan Surat Dirjen PP No. PPE.PP.06.03-1017, 12 Juli 2020 yang tegas menyatakan Sri Untari Bisowarno sebagai Ketua Umum Dekopin./
Oleh Irsyad Muchtar: Pengamat Koperasi dan Ketua Forum Komunikasi Koperasi Besar Indonesia (Forkom KBI)




