JAKARTA, Bisnistoday – Program hilirisasi terhadap sumber daya alam (SDA) di Indonesia harus dilakukan beriringan dengan upaya menjaga lingkungan secara berkelanjutan. Selama ini, pelaksanaan hilirisasi masih jauh dari aspek lingkungan berkelanjutan.
Terkait permasalah pengelolaan SDA di Indonesia, masih banyak permasalahan yang dihadapi. Pangkal masalahnya adalah investasi nya. Seringkali kita mendengar dari pemerintah bahwa terdapat banyak rencana terkait investasi untuk SDA dan pemerintah akan melawan siapapun yang menghalangi investasi ini.
“Hilirisasi pada saat ini merupakan “ekosida” yang masuk sebagai pelanggaran HAM. Meskipun hilirisasi yang dilakukan memberikan sejumlah keuntungan ekonomi bagi negara, hilirisasi juga menyebabkan kerusakan lingkungan,” ungkap Andry Satrio Nugroho, Kepala Center of Industry, Trade, and Investment, INDEF (Institute for Development of Economics & Finance) saat diskusi publik INDEF “Mengurai Gagasan Cawapres Mengenai Isu Pembangunan Berkelanjutan” di Jakarta, kemarin.
Menurut Andry, akibat dari ekosida ini, masyarakat harus menanggung bencana seperti banjir bandang di Maluku Utara, sawah terendam endapan lumpur merah seperti di Sulawesi Tenggara, dan wilayah pesisir yang tercemar oleh limbah nikel di Sulawesi Tengah. Bencana yang terjadi tersebut disebabkan oleh pembangunan yang tidak berkelanjutan.
“Pengelolaan SDA yang berkelanjutan itu hanya omong kosong jika good mining and manufacturing practice hanya sebatas penghargaan dan bukan sebagai regulasi mengikat, investasi dan kegiatan industri tidak memperhatikan lingkup ESG,” terangnya Andry.
“Pengelolaan tidak merangkul komunitas dan masyarakat, praktik pengelolaan secara ilegal dimaklumi, dan kerusakan lingkungan yang dibiarkan tidak ada upaya pemulihan lingkungan itu sendiri,” tambahnya.
Pelanggaran Pengelolaan SDA
Menurut Andry, masalah mendasar yang dihadapi Indonesia adalah aktivitas pemanfaatan dan pengolahan ilegal pada SDA. “Kita melihat bersama bahwa masalah seperti illegal logging masih belum terselesaikan. Selain itu, masalah pengelolaan yang tidak berkelanjutan terjadi karena tidak ada regulasi yang mendorong pengelolaan yang berkelanjutan,” terangnya.
Masalah lainnya, tambah Andry, seperti minimnya keterlibatan pemerintah daerah, minimnya keterlibatan masyarakat, dan aktor ekonomi yang merangkap regulator juga menjadi biang masalah terhambatnya pengelolaan SDA yang berkelanjutan. “Dampak yang timbul dari masalah-masalah tersebut adalah kerusakan lingkungan disruptif, konflik masyarakat-negara, masyarakat marjinal dan miskin, dan mempercepat krisis iklim.”
Disisi lain, Andry Satrio Nugroho mengutarakan, hilirisasi yang tidak berkelanjutan juga menyebabkan berkurangnya luasan tutupan hutan atau deforestasi.Pemerintah berjanji bahwa deforestasi yang terjadi di suatu wilayah akan dikompensasi di wilayah lain, tetapi tidak terwujudkan. “Selain itu, kasus ekspor nikel ilegal yang terjadi. Hal ini tentu melanggar hukum karena ekspor nikel mentah sudah dilarang untuk diekspor,” tuturnya.//