PRESIDEN RI, Joko Widodo (Jokowi) sejak berakhirnya masa pandemi Covid selalu berharap agar masyarakat banyak membelanjakan uangnya dan tidak menahan uang di tabungan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Sebabnya, pergerakan ekonomi kita 60 -70 persen memang bergantung pada konsumsi dan sisanya adalah aktivitas investasi. Artinya penyelamat ekonomi kita ketika menghadapi krisis ekonomi itu memang memberdayakan konsumsi masyarakat.

Melalui instrumen kebijakan fiskalnya bahkan pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki perekonomian dengan melakukan intervensi baik dari sisi penawaran (supply side) maupun permintaan (demand side) dengan program perbaikan, transmisi pajak, hingga bantuan sosial (bansos). Salah satu intervensi fiskal yang menuai kontroversi misalnya dengan memberikan transmisi pajak dan subsidi barang mewah dan termasuk pembelian mobil baru.
Sumbangan faktor konsumsi memang penting untuk Indonesia dan baru disusul faktor investasi. Namun aktivitas investasi dari pengusaha sulit diharapkan karena kondisi perekonomian dunia memang sedang mengalami kelesuan. Semua negara juga sejak krisis pandemi berkecenderungan fokus pada ekonomi domestik masing-masing.
Elite menengah atas, kelompok yang disasar pemerintah dan dianggap masih memiliki daya beli yang cukup berkecenderungan untuk menahan diri dalam berbelanja. Kelas menengah ke atas, selain tidak mau berinvestasi di masa resesi, mereka juga selalu memiliki karakter untuk memperbanyak jumlah tabungan demi menjaga keamanan ekonomi mereka agar tidak jatuh menjadi miskin. Akibatnya pergerakan ekonomi menjadi terhambat.
Sementara kelompok bawah kondisinya semakin memburuk daya belinya karena selain tidak lagi memiliki tabungan, mereka selama krisis masih terbelit utang untuk konsumsi penuh. Padahal kelompok bawah ini justru menjadi nafas penting pergerakan ekonomi.
Kelas bawah adalah mereka yang mendominasi statistik. Mereka yang bekerja dan berbisnis di kelompok informal inilah jantung dari ekonomi kita.
Oleh karena itu, pemerintah seharusnya berkonsentrasi pada kelompok menengah ke bawah informal ini. Insentif semestinya berupa restrukturisasi utang, insentif pajak, dan juga bansos segera diakselerasi pada kelompok ini, bukan ke kelompok menengah-atas.
Mesti Lakukan Reformasi
Pemerintah harus melakukan reformasi dalam strategi pemulihan ekonomi mereka kembali ke kelompok statistik domiman, masyarakat bawah dan usaha mikro dan kecil. Kelompok bawah ini memiliki karakter yang lebih mudah untuk digerakkan karena juga memiliki karakter inovasi dan daya bertahan hidup yang tinggi dibandingkan masyarakat menengah – atas. Semakin besar insentif yang diberikan bagi mereka akan secara langsung mampu mendorong pergerakan ekonomi.
Beberapa kesalahan mendasar pemerintah selama ini adalah karena fokus reformasi pada korporasi besar, padahal selain tidak akan banyak memberikan pekerjaan bagi rakyat, mereka juga cenderung konservatif. Malahan menjadi pemicu terjadinya keseleo yang semakin tinggi.
Di sisi lain, pemberian akses mega proyek pemerintah pada korporasi besar juga selain tidak akan mampu mendorong perekonomian nasional sesungguhnya lebih buruk jika dibandingkan dengan pemberian bansos kepada kelas menengah ke bawah. Justru akan secara langsung membuat perekonomian stagnan dan tidak tepat sasaran serta perburuk kesejahteraan.
Jadi, sebaiknya jika pemerintah ingin segera memulihkan perekonomian maka perlu dilakukan penjadwalan ulang terhadap mega proyek dari proyek seluruh strategi nasional, fokus pada pemberian insentif pada kelas bawah, usaha mikro dan kecil. Tidak ada yang lain./ Oleh Suroto Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES)