JAKARTA, Bisnistoday – Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) menyampaikan aspirasi penting terkait masa depan pengelolaan pelabuhan nasional. Pada momentum Hari Buruh Internasional 2025 kemarin, SP JICT menyoroti tantangan finansial yang tengah dihadapi JICT sebagai terminal peti kemas terbesar di Indonesia. Kondisi ini dikhawatirkan dapat berdampak negatif pada kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan para pekerja dalam jangka panjang.
Ketua SP JICT, Bayu Saptari, mengapresiasi langkah Pelindo pasca merger, namun ia juga menekankan perlunya evaluasi menyeluruh. Evaluasi ini bertujuan agar anak usaha seperti JICT tidak hanya menjadi sumber likuiditas semata, tetapi juga memiliki ruang untuk berkembang secara optimal. Perkembangan JICT diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi perdagangan nasional dan internasional, serta menciptakan lingkungan pelabuhan yang berkeadilan bagi semua pihak.
Lebih lanjut, Bayu Saptari mengungkapkan bahwa skema perpanjangan kontrak JICT menjadi sumber tekanan finansial yang signifikan bagi perusahaan. Beban kewajiban rental fee yang tinggi sejak perpanjangan kontrak pada tahun 2015 dinilai membatasi kemampuan JICT untuk melakukan modernisasi dan meningkatkan kapasitas pekerja.
“Kami mengusulkan untuk dilakukan evaluasi skema rental fee ini agar sebagian hasil usaha dapat direinvestasikan langsung ke penguatan operasional dan pekerja JICT,” ujar Bayu, dalam keterangannya, Senin (5/5/2025).
Selain masalah finansial, rencana penjualan saham Hutchison di JICT kepada investor asing, BlackRock, juga menjadi perhatian serius SP JICT. Bayu Saptari menekankan pentingnya transparansi dan perlindungan kepentingan nasional jangka panjang dalam keterlibatan investor global dalam aset strategis seperti pelabuhan JICT.
“Keterlibatan investor global dalam aset strategis seperti pelabuhan JICT seharusnya tetap berada dalam koridor transparansi dan kepentingan nasional jangka panjang,” terangnya.
Persoalan kemacetan kronis di pelabuhan juga menjadi salah satu poin penting yang diangkat oleh SP JICT. Bayu Saptari menyoroti pentingnya desain pelabuhan yang terintegrasi dengan infrastruktur pendukung dan sistem lintas terminal yang efisien.
“Struktur desain pelabuhan yang menyebabkan kemacetan dan menjadi peristiwa nasional kemarin seharusnya bisa diperbaiki lewat intervensi sistemik sehingga tidak menghambat arus logistik dan berbiaya tinggi,” urainya.
Untuk memastikan transformasi sektor pelabuhan berjalan adil dan partisipatif, SP JICT menekankan peran vital keterlibatan serikat pekerja dalam forum konsultatif kebijakan pelabuhan. Bayu Saptari meyakini bahwa suara pekerja perlu didengar dan dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan strategis terkait pengelolaan pelabuhan nasional.
“Pelabuhan merupakan pintu gerbang ekonomi nasional. Sudah sepatutnya ia dikelola dengan keseimbangan antara kepentingan negara, publik, dan keadilan pekerja,” pungkasnya.