Jumlah usaha mikro di Indonesia mencapai 64 juta atau 98,2 persen dari jumlah pelaku usaha di Indonesia. Jenis usahanya bermacam-macam dari bakul cilok, bakul bakso, dagang kopi keliling di jalan dan lain lain.
Usaha mikro itulah yang selama ini memberikan 90 persen pekerjaan kepada rakyat kecil, menghidupkan ekonomi rakyat dan memberikan kehidupan riil setiap hari.
Saat pandemi Covid-19 terjadi, mereka dilarang berjualan, mereka disuruh disuruh di rumah tapi hidup keluarganya tidak ada yang mencukupi. Dimana mana mereka musti bertengkar dan kucing kucingan dengan petugas pengamanan Covid.
“Separuh dari mereka atau sekitar 30-an juta saat ini telah bangkrut. Sebabnya karena kehabisan modal kerja, omset turun drastis karena tidak ada yang beli mengingat daya beli masyarakat juga turun akibat krisis ekonomi.”
Tahun 2020 skema bantuan untuk usaha UMKM dikucurkan. Tapi uang sebesar Rp123 triliun atas nama rakyat kecil itu ternyata modelnya hanya ditaruh di bank. Rakyat kecil usaha mikro gigit jari. Uangnya macet di bank.
Uang diatasnamakan rakyat itu ternyata hanya digunakan untuk selamatkan likuiditas bank yang juga terlihat mulai mendekati sekarat karena pinjaman tak mengucur dan angsuran tersendat serta pinjaman macet meningkat. Padahal korporasi korporasi itu sudah dapat uang sebesar Rp60 triliun tahun 2020. Entah kemana larinya.
Karena rakyat sudah marah akhirnya bulan Agustus 2020 pemerintah mengucurkan uang melalui program bantuan produktif usaha mikro (BPUM) sebesar Rp11 triliun. Bantuan langsung tunai (BLT) ini diperuntukkan bagi 9 juta orang pengusaha mikro, dan per usaha mikro memperoleh bantuan Rp2,4 juta.
BPUM yang diturunkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (Kemenkop UMKM) sebesar itu ternyata dampaknya sangat signifikan. Walaupun masih ada kekurangan dalam proses menyalurannya, namun jadi tetap bergerak positif dan rakyat telah terbantu.
Tapi tahun ini sepertinya rakyat harus gigit jari, pasalnya hanya dijatah Rp3,5 triliun untuk bantuan usaha mikro (BPUM) ini. Selain itu, nilai yang diterima usaha mikro juga dipangkas menjadi Rp1,2 juta per usaha mikro.
Sementara itu, korporasi selain telah menikmati dana penempatan untuk talangan usaha mikro, jatah untuk mereka langsung, ternyata tetap masih minta suntikan ratusan triliun lagi tahun 2021 ini. Termasuk dana untuk pelatihan Prakerja yang tidak jelas juntrunganya.
Rakyat banyak sebetulnya jenuh dan ingin protes, tapi mereka seperti biasa, suaranya hanya sayup-sayup.
“Kondisi ekonomi pada kwartal kediua tahun ini ternyata menurun lagi. Tapi fokus pemerintah tidak berubah, selamatkan segelintir korporasi yang selama ini sebetulnya tak berpengaruh terhadap denyut nadi ekonomi rakyat banyak.”
Pemerintah sebetulnya punya uang cukup, bahkan dalam perhitungan, dana SAL (Saldo Anggaran Lama) Rp388 triliun dan akumulasi dana Silfa tahun 2021 sebesar Rp136 triliun cukup untuk dibagikan kepada rakyat tanpa kecuali. Termasuk Presiden kalau mau terima.
Hukumnya jelas, kalau dana itu diberikan tunai kepada rakyat langsung maka efeknya ekonomi rakyat akan tetap bergerak, dijamin tak ada yang kelaparan, penerataan ekonomi terjadi, dan yang pasti mengurangi kontak fisik dan akhirnya cegah penyebaran virus Covid-19.
“Masalahnya sekarang, beranikah pemerintah tidak membuat proyek-proyek pengadaan bansos, proyek prakerja, dan lain lain yang hanya menguntungkan segelintir pengusaha?”.
Oleh Suroto, Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)




