JAKARTA, Bisnistoday- Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan ada keanehan pada rencana kebijakan impor beras sebanyak 1 juta ton. Pasalnya, saat ini stok beras di dalam negeri relatif aman ditambah petani memasuki masa panen raya padi.
Ombudsman RI menduga ada potensi maladministrasi dalam proses pengambilan keputusan rencana impor beras tersebut. “Kami melihat ada potensi maladministrasi, dengan potensi ini kami ingin masuk (menyelidiki),” kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam keterangannya pada konferensi pers daring yang di Jakarta, Rabu (24/3).
Ia mengatakan, yang menjadi perhatian Ombudsman RI adalah mekanisme pada rapat koordinasi terbatas (rakortas) dalam menentukan kebijakan impor beras.
“Kami akan mendalami bagaimana sebetulnya mekanisme rakortas sdalam penentuan impor beras. Karena polemik ini terjadi, beberapa indikasi produksi kita tidak ada masalah, stok beras di masyarakat tidak ada masalah, stok di penggilingan dan di pengusaha tidak ada masalah,” kata Yeka.
Yeka tidak menafikan bahwa beras bukanlah sebatas komoditas pangan semata namun memiliki dampak sosial politik yang cukup luas. Keputusan impor beras harus didasari dengan data saintifik yang valid dan berbasis bukti.
Selain maladministrasi dalam kebijakan impor beras, Ombudsman juga menduga ada potensi maladministrasi dalam pengelolaan stok beras di gudang Perum Bulog.
Yeka mengatakan saat ini terdapat 300 ribu hingga 400 ribu ton beras di gudang Bulog yang berpotensi turun mutu dan tidak bisa dipakai. Beras tersebut bersumber dari pengadaan beras dalam negeri tahun 2018-2019 dan juga beras impor tahun 2018.
Ombudsman melihat masalah yang dihadapi oleh Perum Bulog saat ini adalah hanya mendapatkan penugasan menyerap beras dalam negeri maupun luar negeri namun tidak memiliki kewenangan untuk mendistribusikan.
Semenjak program bantuan sosial berupa Beras untuk Keluarga Sejahtera (Rastra) dihentikan oleh pemerintah dan diganti menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), Bulog kehilangan pangsa pasar sebanyak 2,6 juta ton per tahun semenjak program tersebut dihapuskan. Alhasil, Bulog memiliki stok beras menahun yang berpotensi turun mutu dan tidak bisa dipakai.
Ombdusman menilai apabila stok beras sekitar 400 ribu ton di gudang Bulog benar-benar tidak bisa terpakai, potensi kerugiannya bisa mencapai Rp1,25 triliun.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam penjelasan kepada Komisi VI DPR mengatakan bahwa cadagangan beras pemerintah (CBP) Bulog dengan kualitas bagus hanya berada di kisaran 500.000 ton. Angka ini dinilai bisa memicu spekulasi harga yang memengaruhi stabilitas beras./