www.bisnistoday.co.id
Minggu , 9 Februari 2025
Home OPINI Gagasan Pemerintah Daerah Ciderai Kewajibannya Dalam Penyediaan Angkutan Umum
Gagasan

Pemerintah Daerah Ciderai Kewajibannya Dalam Penyediaan Angkutan Umum

SISTEM ANGKUTAN Buy the service perlu dikembangkan.
Social Media

JAKARTA, Bisnistoday – Banyak polemik dan kegaduhan ketika Pemerintah (pusat) menghentikan subsidi angkutan massal dengan skema buy the service (BTS) di beberapa daerah. Persoalan ini berimbas pada Pemerintah Daerah yang otomatis menghentikan pula bus-bus BTS nya.

Sebuah fakta ironis bahwa pembuka tahun 2025, layanan transportasi umum perkotaan yang dikerjasamakan Kemenhub) dengan Pemerintah Daerah Bali, Kota Bogor dan Yogyakarta berhenti beroperasi. Selain itu, beberapa daerah lainnya mengurangi operasional bus yang merupakan bagian dari program Teman Bus.

Seebelumnya Pemerintah dalam konteks ini adalah Kemenhub menjalin kontrak dengan 11 Pemerintah Daerah, yakni Medan, Palembang, Balikpapan, Banjarmasin, Bandung, Banyumas, Yogyakarta, Surakarta, Makassar, Surabaya, dan Denpasar. Kerja sama itu menyediakan total sebanyak 45 koridor layanan transportasi umum dengan skema buy the service (BTS).

Namun, kini hanya sembilan pemkot/pemkab yang berkomitmen untuk mengambil alih pengelolaan Teman Bus. Pemerintah daerah tersebut adalah Medan bersedia mengambil alih semua 5 koridor, Palembang 1 koridor, Surakarta 3 koridor, Banjarmasin semuanya 4 koridor, Makassar 1 koridor, Bandung semuanya 5 koridor, Surabaya 1 koridor, Pemkab Banyumas akan mengambil alih koridor pada 2026, sedangkan Pemkot Balikpapan bersedia mengambil alih koridor pada akhir 2028.

Semua kontrak BTS berakhir per 31 Desember 2024, ketidakberlanjutan program Teman Bus di wilayah Bali, Bogor dan Yogyakarta juga disebabkan oleh tidak pedulinya Pemprov masing-masing akan pengelolaan angkutan umum massal bagi warganya sendiri.

Pemerintah pusat maupun daerah sebenarnya berkewajiban untuk menyelenggarakan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau. Hal itu telah diatur dalam Pasal 138 dan 139 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

Pasal 138

(1) Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau.

(2) Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum.

Pasal 139

(1) Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas batas negara.

(2)Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi.

(3) Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.

(4) Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara di UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa tugas Pemprov dan Pemkot/Pemkab adalah:

  • Penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antar kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi, dan
  • Penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam Daerah kabupaten/kota.

Dengan tidak ada kelanjutannya BTS di beberapa daerah seperti Bali, Bogor dan Yogyakarta dapat menjadi buruknya IKU (indeks kinerja utama) Pemerintah daerah karena tidak menjalankan Amanah UU 22 / 2009 dan dengan UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah tepat dan benar.

Di bawah ini beberapa pandangan dan kritik terhadap buruknya Pemda yang tidak melayani warganya di bidang angkutan umum;

  1. Sangat ironis, Pemerintah Daerah (Pemda) terlalu bersemangat dalam kemandirian pemerintahan dalam skema otonomi daerah termasuk dalam creative finance atau fund raising namun dalam mensubsidi angkutan umum masih meminta bantuan finansial dalam Pemerintah (pusat).
  2. Modal share pengguna angkutan umum secara nasional masih di bawah 10 persen, (seharusnya minimal 50 persen). Pemda seharusnya konsentrasi untuk kreatif mengajak masyarakatmenggunakan angkutan umum agar tidak macet kendaraan pribadi, mengurangi kecelakaan dan udara bersih dari gas emisi pembuangan asap kendaraan bermotor.
  3. Perlunya audit keuangan kepada Pemda sesuai Permendagri No 15 Tahun 2024 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 yangdana alokasi umum (DAU) Pemerintah Daerah mengalokasikan belanja infrastruktur pelayanan publik paling rendah 40% (empat puluh persen) dari total belanja APBD diluar belanja bagi hasil dan/atau transfer kepada daerah dan/atau desa. Kalau Pemda telah mengganggarkan subdisi angkutan umum seharusnya sudah  masuk dalam DAU minimal 40 persen.
  4. Pemerintah (pusat) dalam hal ini Kemenhub telah membelikan sarana bus untuk diberikan kepada Pemda yang berminat mengelola BTS sekaligus memberikan biaya operasi dan perawatan sesuai kontrak 2 – 3 tahun, Sebenarnya telah diinfokan sebelumnya bila biaya operasi dan perawatan (O/M) Kemenhub tidak melanjutkan karena diharapkan Pemda yang melamjutkan namun kenyataannya Pemda tidak mau melanjutkan program BTS di daerahnya masing-masing.
  5. Pemda yang tidak melanjutkan BTS atau tidak menyediakan angkutan umum dapat diindikasikan tidak memikirkan dalam mengelola transportasi umum di wilayahnya, perlu kiranya ada sangsi atau punishment untuk dihentikan pencairan subsidi dari Pemrintah (pusat).
  6. Pemda sebaiknya memikirkan untuk perencanaan dan strategi transportasi di daerah masing-masing yang tidak selalu menunggu program dari Pemerintah (pusat), karena yang paham problem dan kendala di wilayahnya adalah masing-masing Pemda sendiri.
  7. Diperlukan program otonomi daerah (otda) yang berpihak kepada angkutan umum, sehingga otda tidak selalu mencari dana pembangunan namun juga memikirkan pengelolaan angkutan umum di wilayahnya karena saat ini secara umum kita telah krisis angkutan umum umum bertrayek.
  8. Pemda yang berhasil dalam IKU tentunya salah satunya pengelolaan angkutan umum yang murah, aman, nyaman dan selamat.
  9. Pemda harus kreatif dalam penyediaan transportasi umum, maka ada balancing antara push and pull, sehingga ada pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dan menarik menggunakan angkutan umum massal yang sesuai dengan standar pelayanan minimal.
  10. Sangat perlu dilakukan pembinaan-pembinaan kembali kepada Pemda oleh Pemerintah (pusat) tentang pentingnya pengelolaan transportasi umum dan pentingnya transport demand management (TDM), atau pembangunan wilayah di Pemprov dan Pemkab/Pemkot yang mengedepankan angkutan umum (massal).

Jakarta, 20 Januari 2025

Oleh : Deddy Herlambang, Direktur Eksekutif INSTRAN

Arsip

BISNISTODAY – INSPIRE YOUR BUSINESS

PERTAMINA IS THE ENERGY

TAWWAFI TOUR LUNCURKAN PAKET UMROH

SOROTAN BISNISTODAY

Beritasatu Network

Related Articles

Mengkoperasikan BUMN
Gagasan

Koperasi sebagai Kekuatan Politik

Oleh Suroto, Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang, Ketua...

Gagasan

Koperasi dan Hegemoni Kapitalisme

Oleh Suroto, Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang, Ketua...

Gagasan

Satgas Koperasi Bermasalah Jangan Jadi Bagian dari Masalah

Oleh Suroto, Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang, dan...

Gagasan

Menyoal Argumentasi Filosofi Konversi Kepemilikan BUMN Oleh Rakyat

Oleh Suroto, Ketua Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) PADA masa kampanye Calon Presiden...