JAKARTA, Bisnistoday – Pemeritah seharusnya dapat mengantisipasi adanya dampak dari strategis perekonomian Amerika Serikat (AS) dibawah kepemimpinan Donald J Trump yang cenderung proteksionis.
“Pengambil kebijakan di dalam negeri (Kemenkeu, BI dan OJK) harus mencermati dan mengkaji arah kebijakan pemerintah AS di bawah Pres. Trump yang cenderung proteksionis dan chauvinistis (cinta tanah air berlebihan),” tutur Ekonom Senior & Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto, kepada Bisnistoday, di Jakarta, Senin (20/1)./
Dibawah kendali Trump, lanjut Ryan, ekonomi AS memang akan tumbuh menguat dengan konsekuensi inflasi naik. Dengan begitu, mempersempit ruang the Fed menurunkan bunga acuan.
“Ini sudah terasa akhir-akhir ini ketika mata uang global, termasuk Rupiah, tertekan terhadap dolar AS (fenomena US Dolllar Strong).”
Karena itu, Ryan Kiryanto mengungkapkan, kebijakan fiskal dan moneter harus selaras dan sinkron untuk menjadi benteng pertahanan dari efek Trump dengan “Trump 2.0 Policy” sehingga ekonomi tetap tumbuh konsisten dengan inflasi terkendali serta kurs rupiah stabil sesuai asumsi APBN 2025.
The Fed Rate Bakal Digoyang
Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas memperkirakan, pasar negara berkembang seperti Indonesia akan lebih volatile dibanding masa sebelumnya. Bahwa kecenderungan menaikkan FFR (Fed Rate) akan lebih berpeluang pada masa Trump ini. “Tentu saja, hal ini akan mendapat reaksi pasar di Indonesia, baik saham maupun obligasi,” ujarnya kepada Bisnistoday, Senin (20/1).
Apalagi, The Fed juga masih memiliki ruang untuk menaikkan rate sekitar 50% lagi, tentu akan menjadi tantangan bagi negara berkembang. Diperkirakan juga pada periode hingga Desember 2025 ini, The Fed berpeluang untuk menaikkan sekitar 2,7% menjadi 2,9%. Tentu kebijakan ini, akan mempertimbangkan seberapa pulihnya daya beli konsumsi domestic AS recovery./