JAKARTA- Pemerintah Provinsi Papua diminta untuk petuhi aturan pemerintah pusat terkait pengangkatan Sekda Pemprov Papua yang baru saja dilantik oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Disisilain, tindakan Wakil Gubernur Papua yang memperpanjang masa kerja Pjs Sekda Papua dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.
“Pembangkangan hukum (disobedience of law) yg dikakukan gubernur terhadap Keputusan Presiden disebakan kedisiplinan dalam menggakan hukum positif belum dijalankan secara benar. Gubernur harus tunduk pada kepres,” ungkap Dr. Ferry Daud Liando, dosen ilmu politik/pemerintahan FISIP Unsrat dan Wasekjen Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) kepada pers di Jakarta, Selasa (2/3).
Menurutnya, polemik dalam penetapan Sekda Papua tidak akan membesar jika saja gubernur patuh pada ketentuan hukum. Selama ini kerap yang menjadi miss perceptions adalah peserta seleksi yang mendapatakan nilai tertinggi akan secara otomatis sebagai Sekda.
“Namun aturannya bukan demikan. Panitia seleksi menetapkan 3 calon terbaik kemudian dari ke tiga nama itu presiden memilih salah satu. Sebagai pemilik otoritas, tentu presiden memiliki pertimbangan soal siapa yang “layak”,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui, bahwa pemilihan Sekda Prov Papua sudah berjalan secara procedural. Awalnya, Gubernur Papua telah membentuk pansel. Dan selanjutnya hasil Pansel Sekdaprof telah menetapkan 3 besar Calon Sekdaprov Papua (Doren Wakerkwa, Wasouk D Sieb dan Dance J Flassy). Sesuai UU No 5/2014 ttg ASN dan PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, selanjutnya Tim Penilai Akhir (TPA) tingkat Pusat memilih 1 orang dari 3 calon yang diusulkan Pansel.
Dalam Sidang Tim Penilai Akhir (TPA) yg terdiri dari perwakilan K/L terkait, terpilih Dance J Flassy sebagai Sekretaris Daerah yang selanjutnya ditetapkan dg Kepres no 159/TPA/Tahun 2020 tentang pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemprov Papua sejak tanggal 23 Sept 2020.
Terkait keputusan Tim Penilai Akhir (TPA) ini, Gubernur Papua berdasarkan surat kepada Presiden nomor 821.2/19148/set tanggal 27 Oktober 2020 menolak dan tidak menerima untuk melantik Dance J Flassy sesuai Keputusan Presiden no 159/TPA/Tahun 2020 tersebut.
Untuk menjaga kewibawaan pemerintah serta menegakan hukum dan menjalankan Keppres penunjukan Sekdaprof Papua terpilih, bahkan sudah melalui berkali-kali komunikasi serta persetujuan lisan Gubernur Papua, maka Senin (1/3), selanjutnya Mendagri, Tito Karnavian melantik Sekda terpilih, Dance J Flassy.
Tindakan Semena-mena
Ferry Daud Liando mengatakan, pemerintah daerah tidak boleh melakukan tindakan semena-mena apalagi yang dilakukanya tidak selaras dengan visi pemerintah pusat. Sehingga salah satu fungsi kontrolnya adalah melalaui kewenangan pengangkatan Sekda provinsi. Nilai tertinggi bukan ukuran, tiga nama yang dikirim dianggap memenuhi syarat.
“Namun siapa yang akan terpilih harus memiliki kualifikasi khusus yang sifatnya untuk kepentingan negara dan bukan sekadar kepentingan kelapa daerah. Untuk menjaga kewibawaan pemerintah pusat maka apa yg dilakukan Mendagri melantik siapa yang ditetapkan presiden merupakan prosedur yang benar,” tambahnya.
Ia menambahkan kata layak dalam pertimbangan sebagai pejabat Sekda, mempertimbangkan banyak hal ternasuk kepentinhan NKRI. Untuk memastikan kelayakan itu maka presiden wajib melibayakan badan intelejen negara dan badan-badan lain yang berkepentingan terkait jabatan itu. Ukuran layak tidak hanya pada ukuran nilai tertinggi tetapi selalu didasarkan pada kebutuhan pemerintah. Kedudukan Provinsi adalah subordinat dari pemerintahan pusat.
“Pemerintah pusat memiliki kepentingan di masing-masing daerah. Paling tidsk kepentingan itu untuk maksud keselarasan, kesinambungan dan integrasi program pemerintah pusat di daerah,” katanya.//