JAKARTA, Bisnistoday – Para ekonom yang tergabung dalam Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengingatkan semua pihak khususnya pemerintah untuk berkerja sangat keras untuk menggapai pertumbuhan ekonomi diatas 8%. Banyak tantangan yang dihadapi pemerintah untuk mewujudkan target kabinet pemerintahan baru ini.
“Tantangan ekonomi yang dihadapi oleh Presiden baru periode 2025-2029 yang perlu dibenahi untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen tidak ringan. Apalagi, selama ini, zona nyaman berada di pertumbuhan 5% beberapa tahun terakhir,” urai Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif INDEF, saat Sarasehan 100 Ekonom 2024 bertajuk “Estafet Kepemimpinan Baru Menuju Akselerasi Ekonomi” baru-baru ini, di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta.
Selain pertumbuhan stagnan 5%, Esther menyebutkan berbagai tantangan pertumbuhan, yakni kedua, pelemahan daya beli dan turunnya jumlah penduduk middle income class membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga melemah. Demikian juga, ketiga yakni penyempitan ruang fiskal dan beban utang yang kian meningkat.
Ester juga mengingatkan tantangan yang tidak bisa dianggap remeh, yakni tantangan risiko global yang kian tidak pasti karena perubahan arah kebijakan US dan konflik geopolitik yang meluas. Karena itu, Esther mengingatkan pentingnya mengawal fiskal dan moneter untuk dapat mengakselerasi ekonomi dan menciptakan stabilitas ekonomi yang kokoh.
Sementara, Raden Pardede, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menuturkan, kemenangan Trump menciptakan tantangan ekonomi baru di tingkat global.Dari sisi perdagangan, Indonesia akan memanfaatkan GSP dari Amerika Serikat untuk pembebasan tarif bea masuk. “Dengan status country strategic partner dan kerjasama IndoPasifik serta proses keanggotaan OECD, maka posisi Indonesia akan lebih baik.”
Sementara, didalam diskusi,Faisol Riza – Wakil Menteri Perindustrian mengutarakan,bahwa perubahan situasi perdagangan global menjadi tantangan dan peluang bagi Indonesia. Saat ini banyak permintaan dari perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk bertemu dengan pihak Kementerian Perindustrian agar ekspor dari Tiongkok bisa dilakukan melalui Indonesia. Karena itu, perlu perbaikan regulasi dengan cepat untuk menghadapi kemungkinan serbuan investasi.
Pengorbanan Berkali Kali Lipat
Faisol mengatakan, pada RPJMN dari Asta Cita menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen diperlukan kontribusi industri non-migas 20 persen pada 2029. Hal tersebut menurut Faisol bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan upaya yang berlipat.
“Pemerintah menetapkan strategi, diantaranya yaitu, mengembangkan industri prioritas, akselerasi ekspor produk dan jasa industri, penguatan industri kecil dan menengah sebagai rantai pasok, pengembangan industri hijau, aglomerasi kawasan industri di kawasan industri khusus sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru dan pengembangan industri halal.”/