JAKARTA, Bisnistoday- Pemerintah terus berupaya meningkatkan daya saing industri nasional, salah satunya dengan mengembangkan industri dalam negeri untuk mampu menjadi substitusi produk impor. Hal ini juga bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap barang modal dan bahan baku serta melengkapi struktur pohon industri di tanah air.
“Kami sedang dalam proses merumuskan road map untuk program substitusi impor, sehingga nanti output dan outcome-nya adalah substitusi impor yang didorong dapat mencapai 35% pada tahun 2022,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (29/7).
Langkah yang ditempuh untuk mewujudkan kebijakan tersebut, antara lain substitusi impor pada industri yang tercatat memiliki nilai impor besar di tahun 2019. Sektor yang dimaksud meliputi industri mesin, kimia, logam, elektronika, makanan, peralatan listrik, tekstil, kendaraan bermotor, barang logam, serta karet dan barang dari karet.
“Ini yang akan kami tangani melalui berbagai kebijakan. Kami percaya upaya ini akan mendorong pendalaman struktur industri, peningkatan investasi dan penyerapan tenaga kerja baru.”
Agus G Kartasasmita
Selanjutnya, guna mencapai target substitusi impor 35% pada tahun 2020, Kemenperin juga melakukan langkah peningkatan utilisasi produksi seluruh sektor industri pengolahan, dengan target peningkatan secara bertahap pada tahun 2020, 2021 dan 2022 sebesar 60%, 75% dan 85%.
Menperin mengungkapkan, utilisasi sektor industri sebelum terjadinya Covid-19 mencapai 75%. Saat ini, dengan adanya tekanan akibat pandemi, utilisasi turun drastis hingga 40%. Berkat berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap industri, saat ini rata-rata utilisasi sektor industri manufaktur perlahan mulai bangkit ke titik 50%.
“Karena itu, kami akan sekuat tenaga mendorong agar utilisasi terus meningkat. Multiplier effect dari optimalnya aktivitas industri akan berdampak positif kondisi tenaga kerja, meningkatkan daya beli masyarakat, serta peningkatan pasar ekspor,” paparnya.
Pengendalian Impor
Pemerintah juga telah menyusun instrumen pengendalian impor, di antaranya larangan terbatas, pemberlakuanpreshipment inspection, maupun pengaturan pelabuhan di wilayah timur Indonesia sebagai entry point untuk komoditas yang diutamakan. “Upaya tersebut diharapkan akan menekan masuknya barang-barang impor yang sedang membanjiri Indonesia,” sebutnya.
Instrumen lainnya adalah pembenahan lembaga sertifikasi produk untuk penerbitan Standar Nasional Indonesia (SNI), penerapan SNI wajib, mengembalikan aturan pemeriksaan produk impor dari post-border ke border, menaikkan tarif Most Favored Nation untuk komoditas strategis, serta menaikkan implementasi trade remedies.
“Dibandingkan negara lain, Indonesia hanya menerapkan safeguard bagi 102 jenis produk dan antidumping bagi 48 produk, artinya produk impor masih mudah masuk ke Indonesia,” tegasnya.
Pemanfaatan berbagai instrumen tersebut memerlukan dukungan dari berbagai stakeholder, baik dari pelaku industri sendiri maupun dari kementerian dan lembaga lainnya. Selain itu, Kemenperin juga mendorong peningkatan konsumsi dalam negeri guna menumbuhkan demand side. “Karena apabila demand side tumbuh, maka industrinya juga akan tumbuh,” jelasnya.