JAKARTA, Bisnistoday – Kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) bernilai lebih dari Rp 100 miliar oleh gubernur nonaktif Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba diduga menggunakan nama orang lain atau nominee.
Menurut pengamat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Cyber Security, Muhammad Akbar Ilma, TPPU pada dasarnya memiliki tiga tahap yaitu placement, layering, dan integrating. Pada tahap awal TPPU yakni placement, pencucian uang kerap ditempatkan dalam sistem keuangan.
“Masuknya dana kedalam sistem keuangan salah satunya melalui perbankan. Disinilah peran penting perbankan untuk pencegahan TPPU sebagai salah satu pintu masuk sumber dana pencucian uang,” kata Akbar di Jakarta, pada Sabtu (11/5/2024).
Menurut dia, metode TPPU dengan menggunakan nominee tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara lain. Dari nominee tersebut dana TPPU dialihkan kembali menjadi aset berupa tanah, bangunan, emas, kendaraan, benda seni, dan lain sebagainya.
“Prinsipnya penggunaan nominee untuk mengaburkan asal-usul kekayaan. Dengan modus ini menjadikan aset TPPU seolah-olah bersumber dari dana yang legal,” papar Akbar.
Terkait TPPU nominee, lanjut Akbar, perbankan punya peran sentral yang dapat dilakukan lewat prosedur Know your customer (KYC) untuk setiap nasabah. KYC harus terus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian dan verifikasi data nasabah yang lebih mendalam.
“Bukan hanya KYC tapi sekarang sudah kepada Political Expose Person (PEP). Semua kegiatan transaksi nasabah, termasuk transaksi yang mencurigakan dapat dipantau. Jika sistem kontrol ini dilakukan secara intensif dan disiplin, maka peran perbankan tentu dapat secara efektif menurunkan tindak pidana pencucian uang,” demikian Akbar.