www.bisnistoday.co.id
Sabtu , 26 April 2025
Home OPINI Indepth Pemilu AS: Israel Dukung Trump atau Harris
Indepth

Pemilu AS: Israel Dukung Trump atau Harris

Social Media

ADA SATU kegalauan PM Benyamin Netanyahu dan rakyat Israel saat ini. Berharap kemenangan di antara dua calon Presiden AS: Kamala Harris (Harris), atau Donald Trump (Trump)? Keduanya, pasti pro-Israel. Tak ada keraguan. Itu adalah pakem politik baku.

Namun, siapakah yang paling menguntungkan bagi masa depan Israel, di antara calon Demokrat, atau Republik ini? Bagaimana bentuk kebijakan AS untuk persenjataan dan pertahanan Israel, setelah salah satunya terpilih?

Pemilu negeri Paman Sam (5 November 2024) mendatang, memang tak bisa dilepaskan dari hiruk-pikuk konflik Israel dengan tujuh front-nya di Timur Tengah. Secara fundamental AS, tak akan meninggalkan Israel. Namun rasa sungkan Harris atau Trump pada situasi aktual (jika terpilih), membuat keduanya sulit ber-“basa-basi”, atau ‘hiperbol’.

Rasa sungkan Kamala Harris dan Donald Trump, tentu menyangkut kampanye masalah Palestina-Israel. Keduanya tidak mudah mengatakan setuju solusi dua negara (saat kampanye) di satu sisi. Di sisi lain, keduanya memahami aneksasi Israel terhadap perbatasan sebelum perang enam hari 1967.

Tepi Barat (Sungai Yordan), yang direbut Israel (1967), adalah “jantung” dari perselisihan antara negara-negara Arab/Palestina (Dunia Islam) dengan Israel selama ini. Wilayah yang terkurung daratan tersebut, berbatasan dengan Yordania dan ‘Dead Sea’ (Laut Mati).

Di sinilah terdapat Jerusalem Barat dan Jerusalem Timur. Di mana, Masjidil Aqso yang merupakan ‘situs’ ke-3 tersuci bagi umat Islam terdapat (Jerusalem Timur). Baik Harris atau Trump, sulit mengangkat isu ini ke permukaan secara komprehensif. Mereka bisa kalah.

Sikap Palestina, pun. Dalam setiap perundingan perdamaian yang diprakarsai AS, kukuh meminta kemerdekaan Palestina, dengan Jerusalem Timur sebagai ibukotanya. Di sisi lain, Israel tak ingin ada dua negara di tanah yang sama. Palestina selamanya akan seperti sekarang. Tak ada Kemerdekaan.

Imbauan berulangkali Presiden AS, mendengungkan “solusi dua negara” sangat ditentang Israel. Presiden AS Joe Biden secara samar-samar juga mengatakan “solusi dua negara”. Dengan wilayah Gaza dan Tepi Barat sebagai cikal-bakal negara Palestina”.

Ini sejalan dengan hukum Internasional yang men-“declared”, pendudukan Israel terhadap Tepi Barat, adalah ilegal. Masalahnya, sikap AS tak pernah bisa tegas (ambigu) terhadap Israel, seperti tegasnya AS pada Yugoslavia (lewat NATO), dalam Perang Balkan (1991-1999).

Faktor kekuatan kongres dan lobi Yahudi AS, menjadikan Harris, atau Trump tak bisa bersikap tegas terhadap Israel. Lobi Yahudi: AIPAC (American Israel Public Affairs Committee) begitu kuat mempengaruhi kebijakan luar negeri AS terhadap Israel.

Kelompok pelobi ini, acap menyetir kebijakan luar negeri AS. Terkhusus dalam kaitan Timur Tengah dan Israel. Presiden AS terdahulu, Barack Obama pernah merasakan sentilan dari Kongres Yahudi AS.

Dalam pidato Barack Obama saat terjadi gelombang “Arab Spring”, 19 Mei 2011. Presiden AS dari Partai Demokrat ini mengatakan. “Perbatasan Palestina-Israel, mesti berdasarkan pada garis perbatasan 1967. Lewat pertukaran yang disepakati”.

Linear dengan pernyataan Obama, AS memahami hukum Internasional, memahami dan sepakat dengan PBB dan dunia Arab. Bahwa negara Palestina sebagai ‘state’, harus tegak di wilayah-wilayah yang diduduki Israel dalam Perang 1967. Dengan wilayah Jalur Gaza, serta Jerusalem Timur sebagai hal faktual.

Tekanan kepada Barack Obama setelah pernyataan itu, jelas sekali. AIPAC menyerang para anggota Kongres AS. Tiga hari kemudian, Obama mengoreksi declared-nya, menjadi. “Palestina dan Israel akan merundingkan perbatasan yang berbeda, dari batas-batas 4 Juni 1967. Itulah pertukaran yang dimaksud”.

Kuatnya cengkeraman lobi Yahudi, seperti AIPAC terhadap elite-elite politik AS. Sangat mengganggu keseimbangan politik dunia. Apalagi stempel “polisi dunia”, dalam hal mengawasi pelanggaran HAM, AS di-cap ambivalen (mendua) ketika menyangkut serangan Israel terhadap fasilitas sipil (Palestina dan Lebanon).

Pemilu AS, kurang dari 1,5 bulan lagi. Lobi Yahudi AS, dan Israel mulai menghitung-hitung akan berpihak kepada siapa: Donald Trump, atau Kamala Harris? Kedua Capres AS ini mempunyai dua sisi berbeda. Meski begitu, Kemala Harris, mungkin akan lebih mudah untuk dibaca pikirannya terhadap Israel.

Partai Republik secara institusi, dinilai oleh banyak kalangan, sebagai ‘isolasionis’. Kecenderungan untuk secara koheren melakukan proteksionisme ekonomi, dan mereduksi keterlibatan dalam militer. Sebutlah menolak terlibat perang yang dilakukan negara lain.

Lantas, siapa yang akan di dukung dan lebih menguntungkan Israel (PM Netanyahu). Berkaitan dengan pertempuran di tujuh front-nya (Timur Tengah)? Kamala Harris (Demokrat), atau Donald Trump (Republik)?

Bercermin dari jajak pendapat “ABC News”, berkaitan dengan konflik Hamas/Proxy Iran dengan Israel. Publik AS lebih yakin, suami Melanie Trump ini mampu menyelesaikan peperangan Hamas-Israel yang telah berlangsung hampir satu tahun.

Kebijakan isolasionisme yang menjadi “benchmark” partai Republik (baca: Trump). Tentu akan ditimbang masak-masak oleh kepanjangan tangan Israel (baca lobi Yahudi) di AS.

Trump yang mengingatkan pemilih Yahudi AS, bahwa bila Harris menang, maka dalam dua tahun negara Israel tidak ada lagi. Sebagai “balancing”, atas kekhawatiran politik ‘isolasionisme’ bila Partai Republik yang menang.

Publik AS yang memahami Trump, menganggap ungkapan Israel punah, bila Harris menang sebagai ‘hiperbol’ (berlebihan). Ungkapan sebagai paling pro-Israel, baik oleh pendukung Trump maupun pendukung Harris. Merupakan manifestasi kuatnya lobi Yahudi di Kongres AS.

Keduanya, tak akan mampu lepas dari “pressure” lobi Yahudi , untuk terus membenarkan “hukuman” kolektif (berlebihan) Israel terhadap bangsa Palestina, pasca 7 Oktober 2023 lalu.

Eskalasi konflik Hamas-Israel yang telah melebar kemana-mana, tentu tidak mudah bagi Kamala Harris, maupun Donald Trump untuk menjanjikan penyelesaian komprehensif Hamas-Israel.

Pertikaian berdarah Hamas-Israel adalah “kanker” dan akar akut penyakit di kawasan Timur Tengah . Selesaikan persoalan Palestina-Israel secara adil, maka seluruh konflik Timur Tengah akan berakhir.

Karena itu, siapa pun pemenang Pemilu AS 5 November nanti, akan memasuki dimensi agak lain. Dimensi membela kebenaran (HAM), atau membela perkoncoan (AS-Israel).

Penyakit konflik sudah diketahui, namun obat yang tepat belum digunakan. Semoga politik “isolasionisme” bisa diterapkan oleh AS, siapa pun pemenangnya. Harris, atau Trump./

Jakarta, 23 September 2024

Oleh Sabpri Piliang, Wartawan Senior

Arsip

BISNISTODAY – INSPIRE YOUR BUSINESS

PERTAMINA IS THE ENERGY

TAWWAFI TOUR LUNCURKAN PAKET UMROH

SOROTAN BISNISTODAY

Beritasatu Network

Related Articles

Presiden Prabowo
Indepth

Setengah Tahun Berkuasa, Pola Komunikasi Presiden Prabowo Cenderung “Top Down”

JAKARTA, Bisnistoday – Pengamat pemerintahan menilai pola komunikasi pemerintahan Presiden Prabowo cenderung...

Parkir Rest Area
Indepth

Travel Gelap Jadi Kebutuhan Masyarakat Bawah Ditengah Keterpurukan Ekonomi

JAKARTA, Bisnistoday - Maraknya travel gelap menandakan bentuk kegagalan pemerintah menyediakan angkutan...

Kawasan Industri
Indepth

Investasi Terganggu, Bersihkan Ormas di Kawasan Industri

JAKARTA, Bisnistoday - Awal Februari 2025, publik dikejutkan dengan pengakuan Ketua Umum...

Pedagang Pasar
Indepth

Rakyat Lagi Susah, Ketum APKLI: Tindak Tegas Pengusaha Rantai Pangan Nakal

JAKARTA, Bisnistoday – Menjelang Ramadan serta Hari Raya Lebaran, sebagai momentum para...