JAKARTA, Bisnistoday – Indonesia Water Institute (IWI) didalam penelitianya menyatakan adanya kenaikan konsumsi airbersih rumah tangga dan bisnis selama pandemic Covid 19, melonjak dua sampai tiga kali lipat dibanding dengan kondisi normal sebelum pandemic. Peningkatan kebutuhan ini berhubungan dengan penerapan protokol kesehatan selama masa pandemi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Chairman dan Founder IWI, Firdaus Ali dalam peluncuran hasil penelitian tentang pola penggunaan air bersih oleh masyarakat selama masa pandemi Covid-19 di Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hari ini, Kamis (11/2). Penelitian bertajuk “Study of Clean Water Consumption Patterns during Covid-19 Pandemic” ini diluncurkan lewat kegiatan semi-webinar yang dilakukan secara luring dan daring (online) melalui platform Zoom Meeting.
Pemaparan hasil survei dilakukan secara daring (online) oleh IWI. Firdaus Ali, Chairman dan Founder IWI, membeberkan sejumlah temuan penting. Kedua, air bersih tidak hanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, tapi juga untuk air minum di beberapa daerah yang tidak terjangkau oleh air minum dalam kemasan (AMDK). Di daerah yang terjangkau oleh air minum dalam kemasan, masyarakat cenderung memilih air minum dalam kemasan sebagai alternatif sumber air minum.
Baca juga : Menteri PUPR: Manajemen Air Nasional Perlu Ditingkatkan
Secara alamiah AMDK merupakan gaya hidup, namun dalam masa pandemi ini masyarakat terpaksa menggunakannya sebagai sumber air bersih/minum. Bagi Pemerintah, ini adalah tantangan nyata yang sangat diharapkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Berikutnya, menurut Firdaus Ali, selama masa pandemi, pengeluaran rumah tangga mengalami peningkatan hingga 7% dari kondisi normal. Bila hal ini terus berlangsung, tidak hanya krisis air yang akan terjadi, tapi juga sulit untuk mengatasi pandemi Covid-19. Tambahan pengeluaran rumah tangga tersebut semakin memberatkan karena kondisi perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya pulih. Banyak anggota masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.
Menurut Firdaus Ali, temuan IWI ini makin memperlihatkan pentingnya memutakhirkan infrastruktur air bersih di Indonesia agar terhindar dari krisis air bersih yang lebih dalam lagi. Pasalnya, sebelum pandemi Covid-19 Indonesia sudah berada dalam kondisi krisis air bersih.
Saat ini air bersih perpipaan (yang disediakan oleh Perusahaan Air Minum) baru menjangkau 21,8% dari penduduk Indonesia (saat ini berjumlah 270,2 juta jiwa berdasarkan data BPS, Januari 2021). “Pentingnya pembenahan infrastruktur air bersih ini diperlukan terutama karena Indonesia belum sampai pada puncak pandemi Covid-19,” kata Firdaus Ali.
Peran Pemerintah
Firdaus Ali menambahkan, negara harus turun tangan mengatasi isu krisis air bersih ini dengan membangun infrastruktur air bersih yang modern dan menjangkau seluruh penduduk Indonesia. Air baku di Indonesia jumlahnya melimpah (3,9 trilyun meter kubik), namun tidak sampai ke masyarakat karena infrastruktur air bersih yang masih terbatas dan pengelolaannya masih jauh dari sebagaimana mestinya layanan publik untuk kebutuhan dasar.
“Pemerintah juga harus mengambil alih penetapan tarif air bersih agar terjangkau oleh masyarakat namun menarik investasi atau kapital dari sumber-sumber non APBN/APBD,” dalam keterangannya.
Pandemi Covid-19 menghasilkan perilaku baru masyarakat, terutama yang berkaitan dengan protokol kesehatan yakni, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Pemerintah harus mampu menyediakan air bersih untuk masyarakat agar protokol kesehatan (mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir) bisa dijalankan dengan benar.
Ketersediaan air bersih juga berkaitan dengan isu stunting, yang saat ini menjadi perhatian serius Pemerintah. “Bila air bersih yang cukup tidak tersedia, cita-cita menciptakan SDM Indonesia Unggul akan sulit dicapai,” ujar Firdaus Ali.