www.bisnistoday.co.id
Sabtu , 14 Desember 2024
Home OPINI Terjebak Paradigma “Pembinasaan” Koperasi
OPINI

Terjebak Paradigma “Pembinasaan” Koperasi

Social Media

Oleh: Suroto, Pegiat Demokratisasi Ekonomi

KEBANYAKAN orang awam melihat koperasi identik dengan usaha skala kecil, simpan pinjam, dan sebagai tempat penyaluran bantuan. Dilihat dari masalah cara pandang yang paling menonjol adalah koperasi diidentikkan dengan usaha kecil kecilan. Demikian hasil survei yang penulis lakukan. 

Parahnya, cara pandang seperti itu malah sudah merasuk ke pemimpin republik ini.  Ini dapat dilihat dari penamaan sebuah kementerian. Koperasi dikavling secara permanen sebagai obyek “pembinasaan” sebuah kementerian, yaitu Kementerian Koperasi dan UKM. Ini sudah berjalan sejak lebih setengah abad silam. 

Kementerian ini dari dulu kerjanya membuat “proyekan”. Bikin aktivitas yang tak berguna hingga menghabiskan anggaran ratusan triliunan rupiah. 

Sementara,  pekerjaan penting untuk menghapus peraturan  yang menghambat perkembangan koperasi malah tidak dipedulikan.  

Bisnis itu besar kecil soal ukuran. Sedangkan koperasi itu bentuk usahanya. Kalau bicara bentuk, kenapa tidak ada Kementerian Perseroan (PT)? Padahal PT ada yang kecil-kecil juga. Bahkan ada yang jauh lebih kecil dari skala usaha koperasi. 

“Koperasi dikavling secara permanen sebagai obyek “pembinasaan” sebuah kementerian, yaitu Kementerian Koperasi dan UKM. Ini sudah berjalan sejak lebih setengah abad silam. “

Imajinasi masyarakat dibawa ke dalam cara pandang bahwa koperasi itu memang kecil, lemah, tak berdaya. Sehingga perlu terus  dibina. 

Masyarakat dibawa kearah bahwa karena kecil dan lemah maka koperasi itu musti dibantu dan dikasihani sepanjang masa.

Para pembuat regulasi dan kebijakan secara terus menerus melangengkan cara pandang itu. Ditambah bumbu slogan koperasi adalah sebagai soko guru ekonomi, basis ekonomi kerakyatan. Padahal tujuanya hanya untuk melegitimasi program “pembinasaan”. 

Sehingga kita dapat lihat hasilnya, koperasi hampir saja terbinasakan karena hanya jadi ajang pengembangan proyek pemerintah berpuluh tahun lamanya.

Pembinasaan terus dibuat dan selalu dijadikan sebagai ajang untuk proyek sampai koperasi dekat dengan sekarat.  Sampai hilang prakarsanya dan lemah motivasinya. 

Masyarakat yang ingin membentuk koperasi juga akhirnya terlena dengan cara pandang ini. Mereka mendirikan koperasi bukan sebagai bisnis yang alamiah tapi dibentuk untuk mengejar bantuan dan sekedar iseng.

Koperasi dibangun hanya sebagai mainan. Tidak ada yang mau sungguh sungguh mempertaruhkan tenaga, pikiran dan modalnya untuk menjawab kebutuhan hidup melalui lembaga yang bernama koperasi. 

Anak-anak muda yang mandiri, cerdas dan penuh semangat kewirausahaan pada akhirnya tidak mau mengembangkan koperasi. Mereka merasa bahwa koperasi tidak bisa diandalkan memberikan harapan bagi masa depan. 

Hasilnya, kita defisit orang orang muda yang turut serta mengembangkan koperasi untuk jawab kebutuhan sehari hari.  

Di antara mereka bahkan menganggap koperasi itu seperti sebuah lembaga birokrasi pemerintah saja. Tidak layak untuk mereka membangun bisnis dan berwirausaha. 

Koperasi kehilangan kepercayaan anak-anak muda. Ditelan oleh perkembangan zaman yang semakin dinamis. Koperasi mulai banyak yang mati perlahan kehilangan daya inovasinya seiring dengan umur kematian para pendirinya, para pelakunya.

Kalau mau melihat wajah koperasi ini, silahkan saja lihat wadah gerakannya seperti Dewan Koperasi Indonesia (Dekpoin) misalnya. Orangnya itu itu saja, dan mereka sibuk kanan kiri mencari legitimasi politik yang digunakan politisi sebagai batu loncatan semata. Ini juga dilanggengkan melalui UU Ciptakerja. 

Parahnya lagi, semua produk-produk regulasi dan institusi negara yang ada mendukung kondisi mengenaskan ini. Undang-undang soal ekonomi yang diproduksi tidak pernah perhitungkan koperasi. 

Contohnya; untuk mendirikan koperasi harus 20 orang, lalu sekarang menjadi 9 orang. Padahal menurut International Co-operative Law Guidance atau pedoman penyusunan Undang Undang Koperasi yang diterbitkan oleh organisasi gerakan koperasi ICA (International Cooperative Alliance) jelas dan terang, koperasi bisa didirikan 2 atau 3 orang seperti dirikan perkumpulan atau perseroan. 

Contoh undang yang menghambat lainya adalah UU Penanaman Modal untuk investasi asing wajib badan hukum PT, UU Rumah Sakit privat diwajibkan badan hukum PT, UU BUMN yang diwajibkan badan hukum PT, dan bentuk alienasi di peraturan sektoral lainya. Apa salah dan dosa koperasi ini? 

Padahal kalau bicara bisnis mestinya harus dibuat pilihan. Mau badan hukum koperasi atau perseroan. Kalau tidak berarti melanggar konstitusi karena sama dengan mendiskriminasi. 

Koperasi sengaja disingkirkan, dieleminasi. Dijadikan hanya sebagai vas bunga panjangan untuk menerima belas kasihan. Koperasi benar-benar menjadi terlempar keluar dari lintas bisnis modern. 

Kita dapat lihat, di Indonesia ini bukan hanya menjadi defisit kelembagaan koperasi di sektor yang baik dan besar, tapi rakyat bahkan kehilangan imajinasinya. Misalnya, masyarakat kita lupa kalau koperasi itu adalah perusahaan demokratis dan futuristik yang seharusnya lebih relevan jadi badan hukum BUMN ketimbang dalam bentuk perseroan.

Kondisi di atas tanpa perubahan cara pandang dan upaya reposisi tentu akan membuat koperasi di tanah air sulit mengalami perkembangan. Koperasi yang diharap jadi soko utama, sebagai pemberi kontribusi ekonomi terbesar, akan sulit dicapai karena terbelit citranya yang buruk. 

Hal ini dapat kita lihat dari capaian yang ada saat ini. Sudah lebih dari satu abad, kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kita tak lebih dari 5 persen saja. Itu pun kontribusinya 90 persen dari usaha simpan pinjam. Usaha yang didominasi koperasi palsu alias renternir baju koperasi. Apa yang jadi kenyataan, panggang jauh dari api. 

Kondisi ini diperparah lagi oleh pembiaran oleh Kementerian Koperasi dan UKM yang seharusnya turut menjaga citra koperasi. Kementerian yang diberikan mandat penuh untuk membubarkan koperasi abal-abal dan hanya papan nama sampai sekarang tidak dilakukan. Sepertinya malah terus dipelihara. 

Dalam sejarah perkembangan perkoperasian di Indonesia, pemerintah selalu berada dalam posisi sebagai pengkreasi program pembinasaan.  Jangan jangan disengaja agar konglomerasi korporasi kapitalis semakin bebas merampas dimana mana? 

Tanpa pembelajaran berarti, setiap kekuasaan berganti, mereka selalu rajin untuk mengulangi kesalahan lama dengan kemasan-kemasan baru yang hampir dapat diprediksi hasilnya setelah itu. 

ICA baru saja mengumumkan 300 koperasi besar dunia. Hasilnya tidak ada satupun dari koperasi kita. Kita kalah sama Malaysia dan bahkan Kenya. Sunggu memprihatinkan./

Arsip

BISNISTODAY – INSPIRE YOUR BUSINESS

PERTAMINA IS THE ENERGY

TAWWAFI TOUR LUNCURKAN PAKET UMROH

SOROTAN BISNISTODAY

Beritasatu Network

Related Articles

Amat Tuyan SH ternyata bukan sosok sembarangan di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
OPINIProfile

Amat Tuyan Ternyata Bukan Sosok Sembarang di Palangka Raya

PALANGKA RAYA, Bisnistoday - Amat Tuyan, SH ternyata bukan sosok sembarangan di...

GagasanOPINI

Persaingan Penuh Kerja Sama

DUNIA kapitalistik yang mengacu pada dogma persaingan, dunia yang  bebas berkelahi (free...

GagasanOPINI

Peran Koperasi Indonesia: Sebagai Soko Pinggiran

MENURUT data resmi terakhir yang dipublikasikan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah...

GagasanOPINI

Kenapa Badan Hukum Koperasi Dibatasi?

KOPERASI merupakan organisasi perusahaan demokratis yang dapat didirikan dan dimiliki oleh siapapun,...