JAKARTA, Bisnistoday- Anggota Komisi V DPR RI Ahmad Syaikhu mendesak pemerintah tunda kenaikan tarif dua ruas jalan tol yakni Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) dan Padalarang-Cileunyi (Padaleunyi) yang akan diberlakukan pada 5 September 2020. Kenaikan kedua jalan tol tersebut jelas tidak tepat waktunya, karena saat ini kondisi rakyat sedang susah akibat pandemi Covid-19.
“Tunda, tidak bisa tidak. Sebab waktunya tidak tepat karena rakyat sedang susah.”
Ahmad Syaikhu
“Tunda, tidak bisa tidak. Sebab waktunya tidak tepat karena rakyat sedang susah,” tukas Ahmad Syaikhu, dalam keteranganya di Jakarta, Kamis (3/9).
Seperti diketahui, pemerintah akan menaikkan kedua ruas jalan tol di atas mulai 5 September 2020 pukul 00.00 WIB. Hal ini diketahui melalui Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 1128/KPTS/M/2020 tanggal 1 Juli 2020 tentang Penyesuaian Tarif Tol pada Ruas Jalan Tol Cikampek – Purwakarta – Padalarang dan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 1116/KPTS/M/2020 tanggal 26 juni 2020 tentang Penyesuaian Tarif Tol pada Ruas Jalan Tol Padalarang – Cileunyi.
Lebih lanjut Syaikhu menegaskan, sama seperti kenaikan tol Balmera pada bulan Agustus lalu, tarif tol pada ruas ini juga mengalami penyederhanaan menjadi 3 golongan saja. Karena penyederhanaan ini, maka konsekuensinya sangat berat bagi sektor UMKM yang kebanyakan menggunakan truk-truk kecil.
Pada ruas tol Cipularang, kenaikan tarif tol untuk kendaraan Golongan I sebesar 20,16% dari Rp 59.500,- menjadi Rp 71.500,- dan Golongan IV naik sebesar 4,02% dari Rp 99.500,- menjadi Rp 103.500,-. Sedangkan untuk kendaraan Golongan V yang merupakan truk-truk besar milik korporasi, justru mengalami penurunan sebesar 13,02% dari Rp 119.000,- menjadi Rp 103.500,-.
“Melihat aturan pemerintah, jelas ada ketidakadilan juga. Kenaikan tarif tol memukul rakyat kecil yang ada di sektor UMKM,” tegas Syaikhu.
Kondisi ini, tambah Syaikhu, sama saja dengan memperlebar jurang ketidakadilan. Dalam situasi ekonomi sekarang ini, seharusnya Pemerintah memberikan insentif pada UMKM yang sudah sangat terpukul, bukan menaikkan tarif tol.
Uchok Sky Khadafi, Direktur Center for Budget Analysis (CBA) menyatakan, pemerintah khususnya Kementerian PUPR, tak memiliki sense of crisis. “Sesuka suka mereka naikan tarif. Tanpa ada rasa, bahwa rakyat sedang susah, gara-gara Covid-19. Mereka langsung-langsung saja naikin tarif yang penting investor jalan tol senang, rakyat tambah sengsara,” tukasnya.
Jurang Resesi
Ahmad Syaikhu, menegaskan kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang merosot dan menuju jurang resesi. Berdasarkan data yang dirilis pemerintah, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 mengalami penurunan hingga -5,32%.
Dengan adanya kenaikan tarif tol, ini tentu akan meningkatkan biaya logistik. Akibatnya, UMKM yang menggunakan jalan tol untuk pengiriman barangnya akan terpengaruh dan bukan tidak mungkin, akan mendorong kenaikan harga barang dan ujung-ujungnya menjadi beban baru bagi masyarakat. “Efeknya akan berantai. Tarif tol naik, harga barang naik dan pada akhirnya akan jadi beban baru masyarakat,” kata Syaikhu.
Evaluasi Regulasi Jalan Tol
Mantan Wakil Walikota Bekasi itu memberikan solusi. Pemerintah harus merevisi UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang sedang dibahas oleh Komisi V., F-PKS mengusulkan agar kriteria kenaikan tarif tol harus memperhatikan faktor pertumbuhan ekonomi dan juga daya beli masyarakat.
Atas dasar tersebut dan dengan mempertimbangkan bahwa operator jalan tol merupakan BUMN yang mayoritas dimiliki oleh Pemerintah sendiri, maka FPKS menghimbau agar Pemerintah menunda kenaikan tarif tol sampai pertumbuhan ekonomi kembali naik dan stabil serta daya beli masyarakat pulih kembali.”Saya tegaskan kembali, harus ditunda sampai ekonomi membaik,” tegas Syaikhu.