JAKARTA, Bisnistoday- Perbaikan ekonomi di Indonesia mulai terjadi di awal 2021 meski pandemi Covid-19 belum mereda. Salah satu indikator perbaikan itu adalah peningkatan PMI Manufaktur pada Januari 2021 sebesar 52,2, dari sebelumnya 51,3 pada Desember 2020 atau tertinggi dalam enam tahun.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto di Jakarta, Jumat (5/2) mengatakan, selain peningkatan PMI manufaktur, kegiatan ekspor maupun impor yang mulai tumbuh pada triwulan IV-2020 juga menjadi pemicu terjadinya pembalikan ekonomi di 2021.
Kendati demikian, menurut dia, aktivitas ekonomi baru dapat pulih sepenuhnya apabila pelaksanaan protokol kesehatan dilakukan secara optimal oleh masyarakat disertai dengan kelancaran program vaksinasi. “Kita semua sepakat, kelancaran vaksin dan protokol kesehatan bisa menjadi kunci pemulihan. Kita optimistis dengan kerja sama untuk melawan Covid-19 bisa melewati situasi sulit,” kata dia.
Sebelumnya, BPS mencatat perekonomian Indonesia secara kumulatif mengalami perlambatan dan terkontraksi sebesar 2,07 persen (yoy) pada 2020 sebagai imbas dari pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh dunia.
Meski tumbuh negatif, perekonomian menunjukkan adanya tanda-tanda optimisme dan perbaikan terutama di triwulan IV-2020.
Pada triwulan IV-2020, ekonomi tercatat minus 2,19 persen atau sedikit mengalami “kenaikan”, setelah perekonomian pada triwulan II dan III tahun 2020 terkontraksi masing-masing 5,32 persen dan 3,49 persen.
Dalam periode itu, komponen pengeluaran seperti konsumsi rumah tangga, pembentukan modal tetap bruto dan ekspor tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan III-2020.
Alami Pertumbuhan
Secara terpisah, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memproyeksikan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2021 akan mengalami pertumbuhan di kisaran 1,6 persen sampai 2,1 persen.
“Kita melihat pemerintah menargetkan 2021 itu antara 4,5 persen sampai 5 persen dan kita berharap masih ada pertumbuhan solid pada kuartal I dengan range 1,6 persen sampai 2,1 persen,” kata Airlangga.
Ia menyatakan proyeksi tersebut akan dicapai melalui upaya pemerintah untuk mendorong konsumsi rumah tangga di kisaran 1,3 persen sampai 1,8 persen.
Konsumsi rumah tangga akan didorong melalui berbagai program perlindungan sosial serta vaksinasi terhadap 182 juta masyarakat agar tumbuh rasa aman dalam beraktivitas.
Kemudian konsumsi pemerintah yang pada kuartal I rendah yakni 3 persen sampai 4 persen akan didorong hingga mencapai 4 persen sampai 5 persen.
“Kemudian yang kontraksi full year kemarin 4,1 persen pemerintah berupaya agar ini bisa berbalik arah di jalur positif. Ini masih prognosa,” ujar Airlangga.
Menurutnya, pemerintah masih memiliki beberapa tugas pada tahun ini untuk terus menjaga pemulihan ekonomi yakni salah satunya adalah mendorong ekspor dan impor.
Ia menuturkan sebenarnya telah terjadi lonjakan ekspor namun terdapat masalah teknis yakni kurangnya kontainer sehingga akan segera diatasi untuk mengantisipasi permintaan yang melonjak.
“Walaupun kita tahu ini karena penurunan impor. Ekspor dan impor yang kurang berimbang pada 2020 menjadi PR yang harus diselesaikan pemerintah,” ujarnya.
Selanjutnya, pemerintah memanfaatkan kesempatan ekspor yang saat ini tumbuh terutama dari mitra dagang utama yakni mitra yang biasa menjadi tujuan ekspor seperti China, Amerika Serikat, hingga Uni Eropa.
Berikutnya adalah mendorong APBN dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan penanganan COVID-19 yang angkanya masih terus sedang dikumpulkan oleh pemerintah untuk diakselerasi pada kuartal I.
Hal itu dilakukan melalui dorongan refocusing dan realokasi dana Kementerian/Lembaga (K/L) sehingga diharapkan akan masuk dalam sektor-sektor pengungkit perekonomian terutama pada kuartal I.
“Selain itu di sektor investasi beberapa yang sudah mendapatkan tax holiday dan allowance ini akan terus diperhatikan, termasuk PSN sehingga investasi pada 2020 diharapkan bisa lebih baik lagi kinerjanya,” kata Airlangga./