BUKITTINGGI, Bisnistoday- Ada sebuah cerita atau pengalaman yang menarik, yang diungkapkan oleh seorang pengunjung Kebun Binatang Kinantan Bukittinggi, Yanti Rahim, yang ditulis di laman Facebooknya @ Yanti Rahim.
Dia menceritakan tentang salah satu binatang yang menjadi penghuni tempat tujuan wisata favorit itu. Binatang yang diulas adalah Kukang. Si Penulis memberi judul tulisan ” Dia Yang Pemalu.”
Yanti membuka ceritanya dengan paragraf bahwa Foto ini dia dapatkan ketika ke kebun binatang Kinantan. Namanya kukang. Bentuknya lucu. Bermata bulat dan ada bulu berbentuk lingkaran yang melingkari matanya.
“Waktu saya mendekat tampak dia menutupi wajahnya. Sepertinya dia malu bertemu dengan kami. Padahal tidak ada janji yang belum ditunaikan atau hutang yang belum di bayar. “😁😁
Kukang terbiasa hidup di malam hari, gerakannya lambat, dan termasuk hewan yang introvert. Tidak suka bergaul. Ada yang samaan gak dengan dia ya.. Hehe
Uniknya, ketika dia mencari makan, anaknya akan diparkirkan di sebuah pohon, ditinggalkan sendirian. Tentunya sebelum itu akan di jilat dan diolesi air liur yang mengandung bisa. Sehingga hewan lain tidak bisa mengganggu anaknya. Yah, kukang adalah binatang pemalu yang berbisa.
” Binatang tidak punya malu itu adalah biasa. Tapi kalau ada binatang yang pemalu menurut saya itu luar biasa.
Allah punya sifat pemalu. Malu kalau doa hamba-Nya yang meminta tidak dikabulkan,” kata Yanti.
Dalam narasinya Yanti tetap memasukan nilai nilai dan pelajaran yang diperoleh saat kita mencermati atau merenungkan sebuah sifat yang dimiliki oleh binatang yang bernama Kukang ini.
Seperti hadis ini:
“Allah sungguh Maha Hidup dan Maha Mulia, Dia merasa malu jika seseorang mengangkat kedua tangannya dalam doa kepada-Nya, kemudian kembali dengan tangan kosong tanpa membawa hasil.” (HR. Tirmidzi & Baihaqi).
Manusia di anugrahi sifat malu. Malu melakukan perbuatan terlarang. Dengan sifat malu, manusia terhindar dari perbuatan dosa. Malu akan membangun masyarakat yang lebih santun dan beradab. Manusia yang memiliki sifat malu akan berusaha untuk tidak melanggar norma-norma sosial dan agama
“Dan ternyata di binatang juga ada sifat pemalunya ya, insting untuk melindunginya dari bahaya,” ungkapnya menutup ceritanya.
Sejarah Kebun Binatang
Kebun Binatang Kinantan ini adalah satu di antara berbagai objek wisata yang ada di Bukittinggi. Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan, sebutan resminya, layak menjadi pilihan utama untuk dikunjungi. Kebun binatang ini menawarkan pengetahuan, nilai sejarah, sekaligus panorama alam Bukittinggi yang indah dalam satu kawasan. Posisinya yang masih terintegrasi dengan Fort de Kock, menjadi salah satu alasan mengapa kebun binatang ini menjadi rekomendasi utama.
Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan merupakan salah satu kebun binatang tertua yang ada di Indonesia. Prakarsa pendiriannya dimulai pada sekitar tahun 1900 atas ide seorang Controleur pemerintah Hindia Belanda yang bertugas di Fort de Kock (Bukittinggi) bernama Gravenzanden.
Sang Controleur terkesan dengan keindahan panorama di sebuah bukit bernama Bukit Malambuang, atau dikenal dengan nama Cubadak Bungkuak , yang tepat berada di seberang Bukit Jirek, tempat di mana Benteng Fort de Kock berdiri.
Dari atas bukit ini, pengunjung dapat mengamati bentangan alam di sekelilingnya yang bergelombang. Mulai dari pemandangan Gunung Singgalang, Gunung Sago, Gunung Marapi, hingga Ngarai Sianok tersaji di sekitar bukit ini.
Keindahan panorama inilah yang membuat pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun tempat ini sebagai wahana rekreasi orang-orang Belanda yang menetap di kota ini.
Awalnya, tempat ini hanya dibangun sebagai sebuah taman bunga. Tetapi mulai tahun 1929, fungsinya dikembangkan menjadi sebuah kebun binatang, dengan nama resmi Kebun Binatang Bukittinggi atau dalam bahasa Belanda Fort de Kocksche Dieren Park.
Pada tahun 1933, dilakukan pertukaran koleksi antara kebun binatang ini dengan kebun binatang Surabaya (Soerabaiasche Planten-en Dierentuin). Melalui pertukaran ini, Kebun Binatang Bukittinggi memperoleh sejumlah koleksi spesies fauna Indonesia Timur, sedangkan Kebun Binatang Surabaya memperoleh koleksi spesies fauna asli Sumatra sebanyak 150 ekor.
Kebun binatang ini sempat mengalami masa sulit saat pendudukan Jepang. Tentara Jepang tidak menganggap penting keberadaan kawasan ini, sehingga sebagian besar hewan tidak terawat dengan baik, bahkan mati terlantar. Sejumlah fasilitas pun sempat dialihfungsikan untuk memenuhi kebutuhan militer tentara Jepang.
Kondisi berangsur membaik seiring era kemerdekaan RI di mana lokasi ini menjadi Taman Puti Bungsu dan kemudian menjadi Taman Marga Satwa Kinantan pada tahun 1995 hingga saat ini.