JAKARTA, Bisnistoday- Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur harus memperhatikan perspektif lingkungan dan potensi kebencanaan, sehingga ibu kota baru benar-benar bebas dari ancaman banjir.
“Konsep smart city dan forest city atau the bush capital serta sekaligus dengan pemulihan dan perlindungan lingkungan harus menjadi ciri istimewa dan menjadi model percontohan perkotaan modern. Yang terpenting adalah bebas dari banjir,” kata Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti kepada wartawan usai berkunjung ke Kesultanan Kukar Ing Martadinata, Kaltim, Senin (5/4).
Mantan Ketua Umum PSSI itu menegaskan, sebagai smart city, ibu kota baru sangat penting menjadi kota terintegrasi yang mengintegrasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) beserta teknologi internet untuk segala (IoT) dengan cara yang aman untuk mengelola aset kota.
Di dalamnya, lanjut dia, meliputi sistem informasi pemerintahan lokal, sekolah, perpustakaan, sistem transportasi, rumah sakit, pembangkit listrik, jaringan penyediaan air, pengelolaan limbah, penegakan hukum dan pelayanan masyarakat lainnya sehingga efektif dan efisien dalam pelayanan.
“Smart city harus menjadi pedoman pembangunan ibu kota baru. Smart city dicirikan dengan integrasi hal-hal yang bersifat pelayanan publik, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat bisa dilakukan secara satu pintu,” ungkapnya.
Design Pembangunan
Sementara itu, Dayak International Organization (DIO) dan Majelis Hakim Adat Dayak Nasional (MHADN) mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, supaya perencanaan design pembangunan IKN mengakomodir karya arsitektural rumah betang Suku Dayak.
Usulan disampaikan dalam surat DIO dan MHADN kepada Presiden Indonesia, Nomor: 02/IV/DIO/2021 dan Nomor 04/IV/MHADN/2021, tanggal 5 April 2021, dengan ditembuskan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Surat ditandatangani Sekretaris Jenderal Dayak International Organization, Yulius Yohanes, Ketua Perwakilan DIO Provinsi Kalimantan Tengah, Dagut H Djunas, Ketua Umum Majelis Hakim Adat Dayak Nasional, Askiman MM dan Sekretaris Jenderal MHADN, Salfius Seko.
Dalam suratnya mencakup 8 point. Pertama, menyambut baik kebijakan Bapak Presiden Republik Indonesia, untuk meminta masukan dan sumbangan pemikiran masyarakat luas dalam tahap pra-disain final.
Kedua, masyarakat Suku Dayak tetap mendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, melalui trilogi peradaban Kebudayaan Dayak, yaitu hormat dan patuh kepada leluhur, hormat dan patuh kepada orangtua, serta hormat dan patuh kepada negara.
Ketiga, trilogi peradaban kebudayaan Dayak dimaksud, sebagai pembentuk karakter dan jatidiri manusia Suku Dayak beradat, yaitu berdamai dan serasi dengan leluhur, berdamai dan serasi dengan alam semesta, berdamai dan serasi dengan sesama, serta berdamai dan serasi dengan Negara.
Keempat, suku Dayak kaya akan arsitektural tradisional, salah satunya karya arsitektural rumah betang dari masyarakat Suku Dayak di Kalimantan, dapat diakomodir sebagai karya arsitektur Istana Negara yang membanggakan rakyat Indonesia.
Kelima, perlunya design arsitektural tradisional rumah betang Suku Dayak, dalam mewujudkan identitas lokal dalam integrasi regional, nasional dan internasional.
Keenam, filosofi rumah betang (rumah memanjang tiang panggung) adalah simbol persaudaraan, persatuan, kebersamaan, kejujuran, kesetiaan, musyawarah dan mufakat bagi masyarakat Suku Dayak di Kalimantan.
Ketujuh, rumah betang memiliki kekayaan (heritage) dalam seni bangunan dan keseniannya, seni yang tercipta dari agama sebagai produk budayanya, benda seni yang memiliki ruh, dan nilai estetika yang tinggi, dan juga merupakan peninggalan sejarah yang bermakna tinggi dalam perjalanan kehidupan leluhur dan kebudayaan masyarakat Suku Dayak.
Kedelapan, rumah betang memiliki nilai historis dan sakral, merupakan bentuk permukiman awal dan mata rantai kebudayaan masa lampau, kini dan masa mendatang bagi masyarakat Suku Dayak di Kalimantan./