YOGYAKARTA, Bisnistoday — Indonesia menegaskan kesiapannya untuk menjadi pusat inovasi dan pertumbuhan global industri tekstil. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan hal itu dalam ajang bergengsi ITMF & IAF World Fashion Convention Annual Conference 2025, yang digelar di Yogyakarta, Jumat (24/10).
“Indonesia hadir bukan sekadar sebagai tuan rumah, tetapi sebagai mitra strategis yang siap berperan aktif dalam memajukan industri tekstil global,” ujar Agus optimistis.
Menurutnya, sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional telah membuktikan ketangguhan dan daya saing tinggi, bahkan di tengah tekanan ekonomi global. Sepanjang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, industri TPT tumbuh 5,39% dan menyumbang 0,98% terhadap PDB nasional — tanda kebangkitan industri yang dulu sempat disebut “sunset industry”.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan, Kementerian Perindustrian meluncurkan sejumlah kebijakan strategis.Di antaranya, penyederhanaan perizinan berusaha melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang kini lebih cepat dan transparan sesuai PP No. 28 Tahun 2025.
Program Restrukturisasi Mesin dan Peralatan juga menjadi andalan. Program ini mendorong modernisasi mesin industri agar lebih hemat energi, yang terbukti meningkatkan kapasitas produksi hingga 21,75% dan efisiensi energi 11,86%.
Selain itu, skema Kredit Industri Padat Karya senilai Rp20 triliun digulirkan untuk membantu ribuan perusahaan tekstil dan apparel memperluas usaha serta menjaga penyerapan tenaga kerja.
Pemerintah juga memberikan Fasilitas Masterlist berupa pembebasan bea masuk bagi barang modal industri, serta berbagai insentif fiskal seperti tax holiday, investment allowance, dan super deduction tax bagi perusahaan yang berinvestasi di riset dan pendidikan vokasi.
Daya Saing Kelas Dunia
Daya saing produk TPT Indonesia kini makin diakui dunia. Di pasar Amerika Serikat, misalnya, ekspor pakaian dan aksesori rajutan (HS 61) menempati posisi kedua komoditas dengan surplus perdagangan tertinggi Indonesia, senilai USD 1,86 miliar, melampaui ekspor alas kaki.
Agus menegaskan, “Pencapaian ini menjadi bukti bahwa industri TPT kita tangguh dan siap memanfaatkan peluang global, termasuk kerja sama tarif resiprokal dengan Amerika Serikat.”
Secara global, Indonesia bahkan masuk lima besar produsen tekstil paling efisien. Biaya produksi benang di Tanah Air mencapai USD 2,71 per kilogram, lebih rendah dibandingkan India, Tiongkok, dan Turki — setara dengan Vietnam dan Bangladesh.
Dengan efisiensi tinggi dan dukungan kebijakan pemerintah, industri tekstil nasional dinilai siap menjadi motor pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia.
“Industri TPT tetap menjadi pilar strategis manufaktur nasional. Ia bukan hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga menjaga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” papar Menperin.//




