SEMARANG, Bisnistoday – Kementerian ATR/BPN telah menyelamat potensi kerugian negara akibat praktik mafia tanah di Jawa Tengah senilai Rp 3,41 triliun. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono, di Semarang, Senin (15/7).
Penyelamatan potensi kerugian masyarakat dan negara sekitar Rp3,41 triliun. Dihitung terhambatkan investasi dari rencana kawasan industri. Jadi ini pak Kapolda terbesar yang kami ungkap dari kasus lain,” tutur Menteri AHY.
Ia menerangkan, mafia tanah tidak mudah ditaklukkan karena sudah beroperasi lama, belasan tahun dan jaringan dimana-mana, serta backup kuat. “Tapi percayalah kalau kita solid, Insyaallah akan kita tangani. Karena, yang menjadi korban adalah rakyat, dunia usaha dan negara. Kita hadir untuk bela rakyat, agar pertumbuhan ekonomi meningkat.”
Menteri AHY menuturkan, sesuai dengan target operasi tahun 2024, kasus mafia tanah sebanyak 87 kasus, atau terjadi kenaikan lima kasus. Sedangkan yang telah berproses dengan P21 (lengkap), sebanyak 47 kasus, dengan melibatkan 92 orang tersangka.”Ini melampaui target.”
Sementara, untuk kasus yang sudah lengkap, lanjut Menteri AHY, sebanyak 21 kasus sesuai target operasai dengan melibatkan 36 orang tersangka, dengan luasan tanah sekitar 98 hektare.”Dari keseluruhan target operasi tahun ini, potensi kerugian yang terselamatkan mencapai Rp5,16 Triliun.”
Kasus Mafia di Jateng
Menurut Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono, sebanyak dua kasus mafia tanah di Provinsi Jateng yan telah diungkap. Pertama, lanjut Menteri AHY, kasus berlokasi di Kab. Grobogan, Jateng, dengan tersangka DB umur 66 tahun asal dari Kota Salatiga.
Sedangkan, modus operandinya, adalah memalsukan akte otentik dengan pengalihan hak tanah, tanpa persetujuan yang bersangkutan. Praktik mafia tanah ini, bekerjasama dengan oknum notaris.
Pada awalnya, tahun 2003 silam, adanya penyitaan dari Kejaksaan Negeri Jakarta. Dalam kelanjutannya dimenangkan oleh PT Alif, kemudian dialihkan ke pihak inisial DB. Kasus ini berada diatas lahan 82,6 ha dengan melibatkan tersangka DB sebagai Direktur PT AAA.” Lalu tanah ini dijual ke DK Utama Mandiri dengan lus 10 ha. Tersangka melepaskan tanah ke DK Utama Mandiri.
Atas pelepasan tanah tahun 2003 tersebut, juga didirikan bangunan PT AAA, dipagari, ditempatkan container, serta pendirian plang di wilayah tersebut. Hingga pada akhirnya, penguasaan tanah PT AAA ini menjadi obyek sengketa hukum. “Padahal kawasan ini akan dijadikan kawasan industri, refinery, perpipaan dan pabrik.”
Sementara, lanjut Menteri AHY, kasus mafia tanah kedua yakni berlokasi di Kota Semarang. Kasus mafia ini melibatkan DB sekitar berumur 34 tahun, berasal dari Kota Semarang. Tersangka DBB, merupakan praktik mafia individu dengan nominal lebih kecil, namun sering dilakukan para mafia. “Kita tak ungkap yang kasus besar-besar saja, tetapi kecil juga untuk membangun literasi.”
Awalnya, korban bertemu dengan DBB,dengan membuat perjanjian dihadapan notaris dengan memberikan downpayment sebesar Rp 250 juta. Pihak korban melanjutkan untuk berkas pengajuan KPR, tetapi tidak bisa diproses tanpa adanya AJB. Setelah menunggu proses, korban menanyakan ke DBB, bahwa keteranganya tanah sudah dijual ke pihak lain.
“Pihak DBB berjanji akan mengembalikan dengan cara mengangsur tetapi tidak memenuhi kunjung penuhi janjinya, DBB juga terdata sebagai residivis juga. Jadi kerugiannya mencapai Rp1,8 miliar termasuk kehilangan potensi BPHTB, maupun PPN,
Dengan kejadian ini, Menteri AHY kembali mengingatkan, bahwa pejabat, atau notaris dan masyarakat pada umumnya agar lebih berhati-hati tentang kepengurusan tanah. “ Pastikan hak kepmilikan tanah sesuai dengan data asli yang sah. Segera laporkan dan segera cabut. Jangan ada dusta, ada notaris malah menjadi bagian mafia tanah.”//