JAKARTA, Bisnistoday – Dalam rangka menindaklanjuti progres pengembangan wilayah terintegrasi berbasis Reforma Agraria dalam hal ini Perhutanan Sosial dan Food Estate, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengikuti Rapat Koordinasi yang diselenggakan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta diikuti seluruh Kementerian /Lembaga terkait secara virtual pada Kamis (14/1).
Rapat koordinasi ini dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Pada kesempatan kali ini, ia mengapresiasi Kementerian ATR/BPN atas capaian kegiatan Food Estate di Sumatra Utara. Pasalnya, sebanyak 87 bidang tanah sudah disertipikatkan di area 200 hektare dan telah dilakukan survei inventarisasi status tanah di area seluas kurang lebih 1.000 hektare dan teridentifikasi sebanyak 474 bidang tanah.
“Ini merupakan capaian yang baik, karena saya tahu pada pelaksanaannya di lapangan sangat sulit dilaksanakan karena hambatan-hambatan yang ada,” kata Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca juga : Presiden Jokowi Tinjau Lahan Food Estate di Kalteng
Koordinasi dengan pemerintah daerah setempat dalam mengidentifikasi kepemilikan tanah juga diapresiasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. “Kita sudah punya pengalaman sulitnya koordinasi. Jadi memang tidak mudah membuat program ini jadi, tapi saya lihat sekarang lumayan sudah berjalan. Mudah-mudahan dengan koordinasi yang baik, tahun ini kita bisa selesaikan semua masalahnya bersama-sama,” tutur Luhut Binsar Pandjaitan.
Penyiapan Lahan
Wakil Menteri ATR/BPN, Surya Tjandra yang hadir mewakili Menteri ATR/Kepala BPN mengatakan, tugas Kementerian ATR/BPN dalam menyukseskan program Food Estate adalah dalam menyiapkan dan membenahi tanah di masing-masing provinsi. “Tugas kami memang untuk membereskan tanah, khusus di Humbang Hasundutan, sudah dilakukan IP4T. Dan rencananya ditambah dengan pemetaan sosial supaya selain kita mendapatkan data penguasaan dan pemilikan, kita bisa melihat peluang dan potensi untuk pemberdayaannya,” terang Surya Tjandra.
“Selain itu kita juga lakukan melalui PTSL, kalau ada ide PTSL dan redistribusi tanah saya kira akan jauh lebih baik karena ada kepastian hak ke depan. Barangkali redistribusi tanah juga dengan catatan sertipikasi khusus Food Estate, jadi hanya untuk pertanian selamanya,” tambahnya.
Tantangan yang dihadapi selama pelaksanaan program Food Estate juga diakui oleh Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN. Ia mengatakan beberapa tantangan yang dihadapi adalah di antaranya tanah transmigrasi yang belum bersertipikat, perbedaan data antara kementerian/lembaga terkait serta pemerintah daerah setempat, dan juga tantangan yang dihadapi di lapangan.
“Untuk itu kita butuh koordinasi yang kuat bagaimana kita selesaikan ini, karena kalau tidak tuntas dari awal, kepastian haknya nanti juga belum begitu clear. Dan tantangan untuk tanah yang belum clear, sesuai usulan Pak Menteri, tanahnya simpan dulu di bank tanah, tapi karena bank tanah belum ada, kita lihat nanti bagaimana transisi menjelang bank tanah betul-betul efektif dan tanah yang sudah clear kita akan PTSL atau redistribusikan,” ungkap Surya Tjandra.//