www.bisnistoday.co.id
Rabu , 14 Mei 2025
Home OPINI Gagasan Respon Kolaborasi Untuk Kemajuan Maritim Nasional
Gagasan

Respon Kolaborasi Untuk Kemajuan Maritim Nasional

Kapal Tanker
KAPAL TANKER BARU Milik PT Pertamina Internasional Shipping./
Social Media
Di tengah banyak tantangan bisnis maritim, kolaborasi menjadi faktor penting untuk diperhatikan masyarakat maritim nasional. Tuntutan persaingan, kinerja operasional global, usaha keberlanjutan termasuk tingkat resiko operasi dalam skala nasional dan global menjadi momok bagi pelaku maritim nasional saat ini. Dan berbagai hal ini dapat dikelola jika respon kolaborasi dipilih ketimbang pilihan ego untuk kepentingan individu usaha sendiri.

SURABAYA, Bisnistoday – Simatupang dan Sridharan (2022) serta Amours dkk (2008, 2010) dalam ekspolorasi mereka terkait kerjasama bisnis rantai pasok serta eksplorasi tipikal kolaborasi organisasi professional, mendefinisikan kolaborasi sebagai ide sinergi (setelah koordinasi dan kerjasama) antar beberapa pihak untuk berbagi sumber daya dengan tujuan membuat keputusan; atau melakukan aktivitas bersama yang tidak dapat atau sulit dicapai secara individual.

Kolaborasi dapat dilakukan secara vertikal dan internal dalam lingkup internal dan eksternal. Dan bagi industri atau komunitas bisnis termasuk di bisnis maritim atau kepelabuhanan, usaha membuka pasar, perdagangan dan interaksi bisnis baik domestik, hingga internasional dapat tercapai lewat kolaborasi.

Ma (2000; 2020), pengajar di World maritime University, Malmo Swedia dan Kitack (2022) yang pernah menjabat sekjen IMO (International Maritime Organisation) menggaris-bawahi usaha bersama maritim global atas proteksi lingkungan, peningkatan keamanan pelayaran hingga pencapaian bahan bakar karbon rendah hingga nol atau dekarbonisasi dapat dicapai hanya dengan membangun kerjasama (partnership) atau kolaborasi atas semua negara, pelaku usaha dalam rantai nilai maritim.

Fakta Dan Model Kolaborasi Maritim

Persoalan maritim yang semakin meluas atau bergejala dalam skala nasional dan global menuntut berbagai entitas maritim global dan nasional melakukan berbagai perubahan sekaligus mengelola risiko usaha yang tidak dapat dikelola secara individual. Dan untuk melakukannya caranya dapat dilakukan lewat kolaborasi. Tuntutan  kolaborasi ini awalnya lambat dan cenderung sulit dilakukan. Namun, ternyata, percepatan kolaborasi terjadi akibat dorongan disrupsi ganda (yaitu COVID-19 dan digitalisasi).

Dan faktanya, dalam dua tahun belakangan ini teknologi Informasi telah membuat pilihan dan realisasi kolaborasi antar entitas maritim baik nasional dan global menjadi lebih cepat terealisasi. Dan juga luas implementasinya serta intens baik dalam komunitas internal, dan eksternal maritim dengan orientasi horisontal dan vertikal. Bentuk kolaborasi dapat berfokus pada obyek aset atau non-aset, dengan sistem informasi atau tidak, serta dalam lingkungan dekat (dalam wilayah aglomerasi terdekat) atau berjarak jauh dalam skala hinterland yang sama.

Di sektor pelayaran global, tiga aliansi pelayaran yaitu 2M, ocean alliance, dan the alliance merupakan hasil kolaborasi eksternal berbagai main-line operator global. Demikian juga berbagai entitas yang terlibat dalam komunitas (kolaborasi vertikal-horisontal) keamanan pelabuhan di Singapura. Atau bentuk kolaborasi internal-eksternal berbagai entitas yang membentuk kekuatan BUMN Maritim China baik untuk jasa pelayaran, pelabuhan dan operator logistik maritimnya. Dan contoh di dalam negeri, struktur organisasi Pelindo pasca merger merupakan hasil kolaborasi internal berbagai usaha jasa kepelabuhanan terkait.

Selanjutnya secara praktis, banyak rencana investasi atau pengembangan jasa-jasa maritim yang beresiko yang dapat dikelola dengan opsi kolaborasi. Seperti usaha penanganan keamanan siber di lingkungan pelayaran, pelabuhan dan logistik maritim; penanganan lemahnya pasar; respon aktif atas perubahan regulasi maritim internasional dan nasional yang dinamik. Termasuk usaha pemulihan lewat kolaborasi atas kejadian alam yang tidak diinginkan dan mengganggu hingga menghilangkan platform jasa (seperti gempa, gelombang tinggi, arus/angin kencang dan lainnya); Jadi pengendalian atas resiko atas faktor atau even yang tidak dapat dikelola dapat dicapai salah satunya dengan opsi kolaborasi. Karenanya, kapasitas kolaborasi menjadi kebutuhan atau tuntutan bagi entitas dapat berkembang atau eksis dalam komunitas global, regional, dan lokal. Untuk itu, kemampuan berkolaborasi dalam entitas atau komunitas perlu dilatih. Utamanya membangun kultur atau kebiasaan, sistem pendukung lewat pendidikan atau pelatihan bagi pelaku usaha serta masyarakat maritim.

Model Dan Pengujian Kolaborasi : Super Versus Average Chicken

Pengujian yang telah dilakukan Muir and Cheng (2013) atas kelompok ayam yang dibesarkan di dalam kendang yang berisikan anggota yang hebat (bintang) dengan kelompok ayam yang dibesarkan dalam kendang yang tidak agresif (tanpa bintang). Kedua kelompok ayam ini dibesarkan dalam waktu satu tahun (dengan lima generasi). Lalu hasilnya setelah waktu kendang itu, selanjutnya dibandingkan dengan nama zona merah (penuh bintang) dan yang kedua zona hijau (tanpa bintang).

Ternyata, pada kelompok zona merah yang berisikan turunan yang agresif, dan para bintang cenderunt tidak mau menerima yang lain. Perilakunya saling mematikan dan dominan mengalami stress. Dampaknya jumlahnya berkurang, dan produksi telur rendah atau kurang produktif. Sedangkan hal sebaliknya terjadi pada kelompok ayam zona hijau. Di wilayah yang terdiri turunan yang tidak agresif, dan tidak ada Bintang, cenderung mau menerima yang lain. Mereka dapat bertumbuh sehat serta berbobot, dan yang paling penting tidak ada yang mati. Sementara produktivitasnya 267 persen lebih besar dari kelompok zona merah.

Dengan pengujian yang dilakukan Muir (2013) ini, faktor-faktor pembangun kolaborasi perlu dilatih dan distimulasi dalam kelas, kelompok asosiasi maritim dan masyarakat maritim nasional. Modal utama yang perlu didorong adalah menciptakan kondisi mengurangi bintang guna membangun visi atau rencana besar bersama, Mendorong dan memberikan penghargaan setiap anggota dalam komunitasnya untuk berbagi, memberikan kontribusi dan membangun rasa kepemilikan bersama atau menjaga semua sumber daya bersama. Sementara itu obyek atau faktor usaha bersinergi sebagai irisan antar anggota adalah kolaborasi atas informasi, proses bersama, kinerja dan insentif yang dapat memperkuat interaksi antar komunitas. Dan sebagai luaran atas usaha kolaborasi, parameter seperti akselerasi timbulnya solusi bersama, terciptanya ketahanan kelompok dan penciptaan inovasi bersama.

Dibangun Dengan Kekuatan Kolaborasi

Pelabuhan Singapura, merupakan hasil dan fakta kuat bagaimana modal kolaborasi menjadi kekuatan terbesar Singapura saat ini menjadi negara yang diperhitungkan secara komersial dan perdagangan maritim global. Singapura yang terbatas atas lahan, ruang dan penduduk mampu menjadi salah satu pusat bisnis global (global bisnis hub) dengan cara glokalisasi. Yang oleh Lee Kuan Yeuw (2016) dilakukan dengan memperkuat nilai kebijakan lokal yaitu disiplin, kerja keras, kepedulian yang kuat atas negara dan keluarga. Dikombinasikan dengan dengan membawa sumber daya terbaik dunia ke dalam proses membangun Singapura termasuk pelabuhannya.

Applegate dkk (2004) dalam tulisannya di Harvard Business Review yang berjudul PSA: The World’s Port of Call menyampaikan bahwa PSA dapat menangani yang jumlahnya massif dan terus bertumbuh dengan kargo serta kontainer yang kompleks proses bongkar-muat dan penyimpanannya diakibatkan oleh dasar cara pikir kolaborasi (collaborative mindset). Jadi pelabuhan yang awalnya merupakan dermaga Sungai di tahun 1964 kemudian akibat kekuatan investasi, pengetahuan dan pengelolaan asset didukung teknologi maju, kompetensi standar global, dan manajemen berbasis teknologi informasi, menjadikan Singapura mendapatkan keajaiban (Singapore’s miracle) atas kondisi geografis yang strategis dan kesatuan glokalisasi.

Dampaknya tahun 1997, pelabuhan ini terprivatisasi menjadi tempat laluan kapal dunia (the world’s port of call), lalu berkembang di awal 2000 hingga sekarang membangun 50 pelabuhan di 26 negara yang juga dengan model kolaborasi.

Contoh kedua adalah negara Norwegia dimana pada periode 1980-2000 negara ini mengalami defisit awak kapal, SDM maritim, serta armada maritim yang sudah menua. Selanjutnya sejak 2001 dengan kekuatan budaya keterbukaan dan egaliter di negara ini, masyarakat maritim Norwegia kemudian membuka diri dan mengundang berbagai talenta global untuk mendukung dan mengubah negara ini menjadi salah satu pemilik kapal tanker, kontainer dan pengangkut gas global (Tenold 2019 dalam buku berjudul Norwegian Shipping in the 20th Century).

Pada periode 2001-2018 dalam eksplorasi Tenold, Norwegia berubah menjadi negara maritim yang tidak ada bintang (preferensi) individual lagi. Semua pelaku dan individu maritim adalah bintang. Birokrasi menjadi ramping dan sederhana, serta pengakuan gender menjadi lebih baik. Dengan kekuatan kolaborasi ini kemudian mendorong kepercayaan dan jejaring bisnis maritim negara ini menjadi sangat kuat tidak hanya di Eropa namun juga dunia.

Dalam banyak investasi asset, inovasi, teknologi, standar kompetensi dan produktivitas pelayaran, logistik, dan industri maritim Norwegia dihasilkan atas interaksi kolaborasi internal dan eksternal (finansial/investasi, teknologi, pasar dan operasi), baik skala horisontal dan vertikal.

Rekomendasi Bagi Pelaku Usaha Maritim

Banyak hasil yang akan terjadi jika berkolaborasi. Ketimbang semua ide, dan rencana dilakukan sendiri dalam skala kecil, terbatas hasil dan keberlanjutannya. Untuk itu usahakan dipraktekan untuk memulai perkuat kata “kita” ketimbang “kami” atau ‘saya”; kurangi ego, dan bertahap membangun kapasitas dan pengalaman kolaborasi internal menuju eksternal bersama para partner usaha dalam ekosistem jasa maritim.

Bagi dunia usaha maritim nasional, kolaborasi swasta, BUMN, dan pelaku asing perlu didorong untuk menyelesaikan berbagai tuntutan kolektif yang tidak dapat dilakukan secara individu oleh pelaku maritim nasional. Bagi pemerintah, dorong dan ciptakan lingkungan usaha yang terbuka, yang mendorong timbulnya banyak Bintang termasuk banyak solusi, dan kemajuan kolektif lewat cara-cara yang mengedukasi atau melatih usaha interaksi, saling membagi, dengan komitmen dan penguatan. Selanjutnya, bila telah terjadi pola-pola kolaborasi yang ada perlu dipromosikan lebih luas, dalam kasus, atau potensi proyek atau kegiatan kecil hingga besar dalam komunitas jasa maritim./

Surabaya, Oktober 2024

Oleh : R.O. Saut Gurning, Guru Besar Risiko Logisik Maritim Teknik Sistem Perkapalan, Fakutas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Arsip

BISNISTODAY – INSPIRE YOUR BUSINESS

PERTAMINA IS THE ENERGY

TAWWAFI TOUR LUNCURKAN PAKET UMROH

SOROTAN BISNISTODAY

Beritasatu Network

Related Articles

Ilustrasi Koperasi Indonesia
Gagasan

Koperasi Merah Putih Mesti Profesional, Kalau Tidak Bakal Jadi Bancakan

JAKARTA, Bisnistoday - Koperasi Merah Putih sebagai pilar ekonomi kerakyatan di Indonesia...

Permukiman Kumuh
GagasanHEADLINE NEWS

Demokratisasi Ekonomi, Agenda yang Terlupakan dari Reformasi

Oleh Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES) Chief Executive Officer/CEO...

Gagasan

Koperasi dan Demokrasi Ekonomi

Oleh Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) SECARA ekonomi politik, ketika...

Gagasan

Koperasi Desa Merah Putih Tak Layak Disebut sebagai Koperasi

Oleh Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) DALAM upaya untuk mencapai...