JAKARTA, Bisnistoday- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) fokus menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan serta memperbaiki pelayanan publik. Hal tersebut untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat merupakan tujuan dalam rencana strategis pemerintah.
“Ini merupakan peran pemerintah yang harus kita wujudkan bersama,” ujar Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra dalam webinar yang diselenggarakan Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia secara virtual dengan tema Pencegahan Sengketa dan Konflik Pertanahan Melalui Penertiban Administrasi Pertanahan di Tingkat Desa dan Kecamatan pada Sabtu (28/11).
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN mengungkapkan penyebab masih adanya sengketa dan konflik pertanahan yang harus diselesaikan. “Kenapa tanah bisa jadi sumber konflik, karena tanah merupakan sumber makanan, sumber kehidupan dan kebutuhan akan tanah mendorong tanah diperebutkan dan dimanipulasi karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi,” ungkap Surya Tjandra.
Di samping itu, faktor penyebab timbulnya sengketa dan konflik pertanahan menurut Surya Tjandra adalah belum optimalnya kebijakan satu peta, keterbatasan sumber daya manusia, banyaknya institusi yang mengelola surat tanah dan belum begitu tertib dalam pelaksanaan administrasi pertanahan.
Kendati demikian, Wamen ATR/Waka BPN mengatakan Kementerian ATR/BPN terus berupaya dalam melakukan pencegahan dan menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan hingga tingkat desa dengan metode kolaborasi. “Upaya tersebut telah dilakukan di Jawa Tengah dengan metode Trisula, yaitu kolaborasi antar BPN, pemerintah daerah hingga pemerintah di desa,” ucap Surya Tjandra.
“Dengan metode Trisula dapat memperjelas pemanfaatan tanah dari pengendalian tata ruang serta dapat memfasilitasi pemberdayaan masyarakat, meningkatkan nilai tanah, memberikan kepastian hukum atas tanah di desa-desa tersebut hingga manfaat lain dari tanah seperti kemudahan perizinan serta memudahkan proses pengadaan tanah untuk pembangunan,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, hadir pula Ketua Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) di Kabupaten Bandung Barat, Cahya Ningsih Tedjawisastra. Dalam hal ini ia mengatakan untuk melakukan pencegahan terjadinya sengketa dan konflik pertanahan memang sudah seharusnya masyarakat bersinergi dengan pemerintah desa setempat. “Apabila pemerintah desa akan menerbitkan suatu sistem baru di desa, tentunya masyarakat harus dilibatkan karena dalam hal ini masyarakat dengan desa harus bersinergi, karena konflik umumnya terjadi karna masyarakat yang kurang _aware_ dengan masalah pertanahan,” kata Cahya Ningsih Tedjawisastra.
Agar lebih dekat dengan masyarakat, Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian dan Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Andri Gunawan Wibisana menuturkan pada Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat telah dibentuk tim pengabdi masyarakat guna melakukan pendampingan serta advokasi di bidang hukum yang dihadapi masyarakat. “Harapannya terhadap tim ini agar mereka dapat memberikan kontribusi lebih banyak lagi atas masalah yang terjadi di masyarakat, khususnya di bidang hukum,” tutur Andri Gunawan Wibisana./