JAKARTA, Bisnistoday- Pemerintah menetapkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 atas dividen kepada mitra asing Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA) sebesar 7,5 persen. Pajak tersebut berlaku untuk investasi subjek pajak luar negeri (SPLN) pada masa kepemilikan dan exit.
“Aturan selama ini PPh 26 dengan tarif 20 persen atau entitas SPLN membayar sesuai dengan P3B. Tapi dalam LPI akan diberlakukan beda yakni apabila dividen itu dibayarkan pada investor luar negeri maka kena potongan PPh 7,5 persen,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (1/2).
Menurut Sri Mulyani, tarif 7,5 persen sudah relatif kecil dibandingkan negara lain dan ketentuan yang berlaku saat ini yaitu mencapai 20 persen. “Tujuannya, agar SPLN tidak bawa keluar dana yang diperoleh namun menanamkan kembali di Indonesia,” ujarnya.
Ia menjelaskan saat ini dividen atas investasi SPLN dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20 persen atau menggunakan tarif dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).
Terlebih lagi, ia menuturkan berdasarkan 71 perjanjian P3B yang dimiliki Indonesia dengan yurisdiksi lain dalam mengatur dividen rata-rata besaran tarifnya sebesar 10 persen.
“Ada 71 yurisdiksi dan rata rata tarif P3B untuk bunga dan dividen mayoritas 10 persen namun di P3B ada juga yang tarif bunga dividen masih di 12 persen bahkan 15 persen,” jelasnya.
Sri Mulyani menekankan pengenaan tarif dividen 7,5 persen merupakan insentif agar investor asing tertarik untuk menjadi mitra LPI karena mendapat perlakuan khusus dari sisi bunga dan dividen yang di bawah rata-rata P3B.
“Kalau mereka mendapatkan dividen, struktur RPP juga memberikan insentif agar dana dari keuntungan tersebut tidak dibawa keluar namun investasi kembali di Indonesia,” katanya.
Fase Transaksi
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani juga memaparkan tiga fase transaksi yang terjadi dalam Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA) yaitu fase transaksi investasi, fase kepemilikan, dan fase exit.
“Transaksi LPI bisa dibedakan dalam tiga fase pertama sifatnya transaksi investasi atau masa investasi. Kedua masa kepemilikan yaitu waktu memiliki badan usaha, dan ketiga karakternya LPI memutuskan exit atau keluar dari investasi tertentu,” kata dia.
Menkeu menuturkan untuk fase pertama yaitu masa transaksi adalah pemerintah akan melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke LPI sebagai investasi pusat dan LPI bisa melakukan akuisisi saham dari PT Y maupun PT X.
Kemudian bersama investor luar negeri, LPI bisa membentuk infrastructure fund atau master fund dan LPI bisa melakukan inbreng saham PT Y ke infrastructure fund.
“Investor luar negeri belum menyetor dalam bentuk komitmen, namun kemudian bisa terealisir maka investor infrastructure fund melakukan reimburse atas injeksi modal ke infrastructure fund,” kata Sri Mulyani
Untuk fase kedua yaitu masa kepemilikan adalah ketika LPI memiliki perusahaan PT Y yang menghasilkan keuntungan dan dibayarkan dalam bentuk dividen ke pemegang saham yakni infrastructure fund.
“Infrastructure fund membayar kepada LPI dan investor yang jadi partner dari LPI. Itu juga nanti kami akan sampaikan dalam RPP objek dan perlakukan pajak pada saat LPI memiliki perusahaan,” ujar Mulyani.
Terakhir, fase ketiga yaitu saat LPI atau investor luar negeri exit dari investasi maka dalam hal ini infrastructure fund akan menjual aset PT Y kepada pembeli baru.
“Kemudian hasil penjualan itu didistribusikan antara LPI dan investor lain sebagai pemilik infrastructure fund,” katanya./