JAKARTA, Bisnistoday- Dalam rapat koordinasi antara Komisi II dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, seorang anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Wahyu Sanjaya mengusulkan agar Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN) menjadi perguruan tinggi swasta. Alasannya, anggaran IPDN cukup boros mencapai Rp 539 miliar dan tidak efektif. Atas usulan itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun angkat suara.
Menurut, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri yang juga Plt Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Plt Dirjen Polpum Kemendagri), Bahtiar, usulan itu terlalu mengada-ada. Bahkan, yang mengusulkan seperti tidak paham akan sejarah berdirinya sekolah penghasil pamong tersebut. Anggota DPR yang usulkan itu, juga sepertinya tidak melihat realitas yang ada di lapangan.
“Saya pikir yang mengusulkan itu seperti tidak mengerti sejarah pemerintahan Indonesia, khususnya sejarah dibentuknya IPDN,” kata Bahtiar, di Jakarta, Kamis (24/6).
Karenanya, Bahtiar menyayangkan ada anggota DPR yang mengusulkan agar IPDN dijadikan perguruan tinggi swasta. Kata dia, yang mengusulkan sama saja tidak menghargai para pendiri bangsa. Sekolah tinggi penghasil pamong itu, adalah jerih payah dari Bung Karno, Presiden RI pertama. Pada 17 Maret 1956, sekolah penghasil pamong yang sekarang bernama IPDN diresmikan oleh Bung Karno di Malang, Jawa Timur. Sejak saat itu, IPDN berkiprah, menghasilkan para pamong pelayan rakyat.
” Jadi sejak awal kemerdekaan, para pamong praja lulusan IPDN telah melaksanakan pengabdiannya kepada bangsa dan negara, dan lulusannya sudah tersebar di seluruh Indonesia,” katanya.
Dari sejak berdiri, lanjut Bahtiar, IPDN telah memberikan kontribusinya untuk bangsa. Untuk negara. Jadi perekat republik. Lulusan IPDN, banyak yang kemudian di tempatkan di pelosok-pelosok negeri yang susah akses. Di perbatasan. Di pulau-pulau terluar. Mereka, siap di tempatkan di mana saja. Di daerah terpencil sekali pun.
” Makanya saya menyayangkan usulan itu. Yang mengusulkan itu seperti tidak memahami filosofi pamong praja,” kata dia.
Sejarah pula yang mencatat, ketika Indonesia baru saja merdeka, birokrasi belum terbangun. Maka, Presiden RI pertama Bung Karno, menginisiasi pembentukan IPDN, yang kemudian jadi andalan untuk membangun birokrasi di Tanah Air. Artinya, jika melihat sejarah, Para praja lulusan IPDN itulah yang bisa dikatakan, ikut andil di awal kemerdekaan dalam membangun birokrasi di Indonesia hingga saat ini.
“Saya beri tahu pernyataan tersebut melukai kehormatan para pamong praja dan purna bakti pamong praja telah tulus mengabdi kepada negara ini,” cetusnya.
Kini, semua lulusan IPDN, tersebar di seluruh Indonesia. Dari mulai pelosok negeri yang terpencil, hingga ke pusat pemerintahan. Hampir di semua lembaga, ada lulusan IPDN yang mengabdi. Bahkan di KPK pun, ada alumni IPDN. Artinya, ini bukti, jika lulusan IPDN, bisa mengabdi di mana saja.
Sementara, Dirjen Otonomi Daerah, Kemendagri, Akmal Malik, yang juga adalah Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan (IKAPTK) yang menaungi semua alumni Kursus KDC, APDN, IIP dan IPDN, menanggapi pernyataan anggota Komisi II DPR RI dg bijak, bahwa IPDN itu hadir karena kebutuhan negara dan pemerintahan yang memerlukan kader-kader pemerintahan dalam negeri yg memiliki kualifikasi khusus.
Akmal Malik menambahkan, sama halnya ketika kepolisian membutuhkan polisi yg memiliki kualifikasi khusus, dibentuklah Akpol, atau ketika TNI membutuhkan perwira-perwira dengan kualifikasi khusus, mereka dididik di Akabri. Jelas, untuk mendidik mereka semuanya membutuhkan anggaran negara, karena lulusannya bekerja untuk menjaga keutuhan negara dan menjalankan roda pemerintahan bersama-sama dengan lulusan sekolah kedinasan maupun non kedinasan lainnya.