JAKARTA, Bisnistoday – Pengacara Muannas Alaidid mendukung langkah Polri dalam hal ini Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) yang resmi memberhentikan Ipda Rudy Soik secara tidak dengan hormat (PTDH) menyusul serangkaian pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukan oleh perwira polisi tersebut. Beredar informasi bahwa hanya karena pemasangan garis polisi (police line) yang tidak sesuai prosedur, Ipda RS akhirnya di PTDH.
“Saya ikuti berita Ipda RS tidak mungkin di PTDH kalau cuma urusan police line, tapi saya cek banyak laporan sejak 2015 rusak citra Polri,” ujar Muannas dalam unggahan di akun Instagramnya, dikutip Senin (14/10/2024).
Muannas juga menyebut bahwa yang bersangkutan memiliki sederet kasus yang memberatkan. “Ada 7 kasus yang memberatkan pernah dilaporkan, mulai sanksi demosi dan penjara,” ujarnya.
“Kalau ada pihak yang nggak puas dengan putusan PTDH bisa banding ke Komisi Kode Etik. Tapi kalau tetap di PTDH, masih ada mekanisme gugatan ke PTUN daripada koar-koar manipulasi fakta,” tulisnya.
Sebagai informasi, Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) resmi memberhentikan Ipda Rudy Soik secara tidak dengan hormat (PTDH) menyusul serangkaian pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukan oleh perwira polisi tersebut. Langkah tegas ini diambil bukan hanya karena pemasangan garis polisi (police line) yang tidak sesuai prosedur, namun juga karena adanya tujuh kasus pelanggaran berat yang telah diproses oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda NTT.
Dalam kurun waktu dua bulan terakhir, Ipda Rudy Soik terlibat dalam sejumlah kasus yang merugikan institusi kepolisian. Salah satunya adalah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Paminal Polda NTT, di mana Rudy Soik kedapatan bersama tiga anggota Polri lainnya di sebuah tempat hiburan saat jam dinas. Kasus ini menjadi titik awal dari penyelidikan lebih lanjut terhadap berbagai pelanggaran lainnya, termasuk penyalahgunaan wewenang, pencemaran nama baik, dan pelanggaran disiplin lainnya.
Sidang kode etik yang digelar untuk kasus ini juga mengungkap bahwa Rudy Soik telah berulang kali melakukan pelanggaran, termasuk pada tahun 2015 dan 2017, di mana ia terbukti bersalah dalam kasus penyalahgunaan wewenang dan pemerasan. Pelanggaran tersebut menambah berat kasus yang dihadapi Ipda Rudy Soik, dan dalam sidang banding yang digelar pada 9 Oktober 2024, diputuskan bahwa sanksinya diperberat menjadi mutasi bersifat demosi selama lima tahun sebelum akhirnya PTDH dijatuhkan.
Polda NTT menegaskan bahwa keputusan PTDH ini merupakan bagian dari komitmen untuk menjaga integritas dan kredibilitas institusi. “Tindakan Rudy Soik sangat merugikan institusi Polri dan masyarakat. Kami harus mengambil langkah tegas untuk memastikan kepolisian tetap profesional dan berintegritas,” ujar Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Ariasandy. Keputusan ini sekaligus diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi anggota kepolisian lainnya agar selalu menjunjung tinggi etika dan disiplin dalam menjalankan tugas.