JAKARTA, Bisnistoday – Konstruksi Jalan Tol MBZ (struktur layang) sampai sekarang masih menyisakan misteri dan menjadi pertanyaan publik. Selain memang diakui bahwa jalan tol konstruksi layang yang hampir sepanjang di Tol Jakarta-Cikampek ini dinilai tidak sepenuhnya sesuai dengan perencanaan. Ini dibuktikan di persidangan Pengadilan Tipikor, Jakarta, dan juga masyarakat bertanya-tanya kenapa jalan tol ini tidak boleh dilintasi kendaraan bus atau truk?
Seolah publik menanyakan, mengapa jalan tol MBZ ini ada pengecualian? Bukankah seperti tol layang dalam kota yang sudah puluhan tahun masih tegak berdiri, walau dilintasi truk dan bus. Jalan tol dengan struktur layang lainnya yang sudah dibangun jauh lebih tua, atau bahkan dibangun di tanah yang labil, juga normal saja dilalui truk dan bus.
Menanggapi hal ini, ahli konsultan yakni Aries Wimaruta, sebagai Ketum Pertahkindo (Perkumpulan Ahli Konsultan Indonesia) mengakui, bahwa konstruksi Indonesia masih diselimuti persoalan komplek. Proses dari perencana, pelaksanaan, pengawasan ada yang tidak sinkron maka terjadi persoalan dikemudian hari.
“Saya komentar secara makro, bahwa dalam pelaksanaan, ada kontraktor dan konsultan, dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan. Problem utama dari ketiganya tak sinergis. Rencana sudah bagus, disisi lain ada managemen proyek, manajemen konstruksi, serta konsultan pengawas, ini jadi tidak sinkron.”
Mengapa tidak sinkron? Sebab, apabila konsultan dan kontraktor bekerja profesional dan independent dipastikan segala persoalan konstruksi perluangnya kecil terjadi. “Yang namanya di lapangan, itu manusiawi, bagaimana kontraktor pemberi kerja, ada sub kontraktor, berkaitan dengan konsultan. Kalau semua independent dan profesional, tidak akan terjadi penyimpangan.”
Karena itu, lanjut Aries, kunci yang mendasar dari semua persoalan konstruksi adalah pembinaan dan pengawasan. Secara teknis formalitas, apabila semua pekerja konstruksi yang bekerja misalnya sudah bersertifikat atau memiliki keahlian khusus. Tetapi penerbitan sertipikat saja tidaklah cukup, tetapi perlu diawasi.
“Kalau bicara pengawasan, BNSP seharusnya memantau, ada sertipikat badan usaha dan kompetensi pekerja. Berarti kalau terjadi penyimpangan, ada pembinaan dan pengawasan yang lemah. Selain itu, memang ada juga menyangkut karakter. Ini umum, jangan dikaitkan Tol MBZ saja.”
Sebetulnya, tambah Aries Wimaruta, secara kelembagaan, bahwa industri konstruksi sudah tertata rapih dan lengkap. Seperti adanya, tim penilai ahli, konsultan, kontraktor, ada pemerintah juga secara umum, namun apabila bicara penyimpangan menyangkut implementasi yang komplek.”Semua itu, kita sudah lengkap namun implementasinya masih lemah, dan ini masalah komplek, tidak bisa diselesaikan dengan teori,”cetusnya./