JAKARTA, Bisnistoday – Rencana pemerintah yang baru untuk menambah utang hingga mencapai rasio 50% dari Product Domestic Bruto (PDB) mendapat respon dari pengamat ekonomi. Rencana penambahan utang pemerintah hanya menambah instabilitas keuangan nasional. Pandangan ini sempat mengemuka saat representatif koalisi pemerintah baru mengungkapkanya.
Edo Segara Gustanto, pegiat Koalisi Anti Utang (KAU), mengungkapkan bahwa peningkatan rasio hutang yang signifikan ini dapat menimbulkan berbagai risiko, termasuk meningkatnya beban pembayaran bunga hutang yang dapat menggerus anggaran negara.
“Pemerintah harus berhati-hati dalam mengelola hutang negara. Peningkatan rasio hutang yang drastis tanpa perencanaan yang matang dapat menyebabkan krisis kepercayaan dari investor dan lembaga keuangan internasional,” jelas Edo dalam keteranganya di Jakarta, Selasa (16/7).
Menurut data Bank Indonesia, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Januari 2024 tercatat 405,7 miliar dollar AS atau tercatat turun dibanding dengan ULN per Desember 2023 yang mencapai 408,1 miliar dollar AS. Secara tahunan, bahwa posisi ULN Indonesia tumbuh sebesar 0,04% (yoy), atau pertumbuhan yang melambat dibanding bulan sebelumnya 2,9% (yoy).
Sementara, nilai utang tersebut dipandang Bank Indonesia masih tetap sehat tercermin ULN Indonesia terhadap PDB sebesar 29,4% atau turun dibanding bulan sebelumnya sebesar 29,7%. Utang ini tercatat banyak didominasi utang jangka panjang atau dengan pangsa pasar 86,9% dari total utang luar negeri.
Apabila rasio utang terhadap PDB diperbesar, lanjut Edo, akan berpotensi muncul dampak negatif terhadap nilai tukar rupiah dan inflasi. “Dengan hutang yang semakin besar, pemerintah mungkin akan kesulitan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, yang pada gilirannya dapat memicu inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat,” tambah Edo Segara Gustanto.
Danai Proyek Infrastruktur
Meskipun pemerintah berargumen bahwa peningkatan hutang diperlukan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur dan program sosial yang mendesak, Edo menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana tersebut. Para pengamat ekonomi pada umumnya juga mengusulkan agar pemerintah memperkuat pengawasan dan evaluasi terhadap setiap proyek yang didanai dari hutang, guna memastikan efektivitas dan efisiensinya.
“Kita harus memastikan bahwa setiap rupiah yang dipinjam digunakan dengan bijak dan tepat sasaran. Tanpa pengawasan yang ketat, kita berisiko terjebak dalam lingkaran hutang yang sulit diatasi,” cetus Edo yang juga peneliti dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Edo kembali menegaskan, rencana peningkatan rasio hutang ini masih dalam tahap wacana, dan para pengamat ekonomi berharap Pemerintah dan para legislator dapat mempertimbangkan dengan matang segala risiko yang mungkin timbul sebelum mengambil keputusan final tersebut./