JAKARTA, Bisnistoday – Pemerintah terus berupaya mengoptimalkan penggunaan produk dalam negeri di sektor migas dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan kontraktor EPC (Engineering, Procurement, and Construction) dalam penerapan kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Hal ini sangat penting untuk mendorong pertumbuhan industri lokal dan memperkuat perekonomian domestik.
Namun, Ketua Himpunan Pengusaha Pipa, Tubular, dan Aksesoris (HIPPDA), Irvan Prasurya Widjaya, menekankan bahwa selain penerapan sanksi, perlu adanya sosialisasi ulang mengenai pentingnya penggunaan produk lokal dalam proyek hulu-hilir minyak dan gas bumi.
Irvan menjelaskan bahwa pihaknya sangat mendukung komitmen pemerintah untuk memberikan sanksi tegas kepada BUMN dan kontraktor EPC yang mengabaikan kewajiban TKDN. Salah satu contoh produk yang harusnya dipenuhi oleh industri dalam negeri adalah material pipa, flensa, fittings, dan valves, yang sudah memiliki kapasitas produksi di Indonesia. Meskipun demikian, dia mengingatkan bahwa sosialisasi dan pemahaman mendalam mengenai aturan dan konsekuensi bagi pelanggar harus dilakukan secara lebih intensif, terutama kepada pihak-pihak terkait, seperti kontraktor, KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama), dan BUMN.
“Pengabaian terhadap penggunaan produk dalam negeri dapat merugikan industri domestik, termasuk UMKM yang turut berperan dalam suplai bahan baku dan komponen. Jika proyek-proyek strategis migas masih mengutamakan produk impor, dampaknya akan sangat signifikan bagi kelangsungan industri lokal dan pengembangan ekonomi nasional,” ujar Irvan dalam keterangannya, Rabu (15/1/2025).
Oleh karena itu, Irvan berharap agar pemerintah tidak hanya mengandalkan sanksi, tetapi juga memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pelaku usaha terkait pentingnya penggunaan produk dalam negeri.
Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), juga telah menegaskan sikapnya untuk menindak tegas perusahaan yang melanggar kewajiban TKDN. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengungkapkan bahwa regulasi yang ada, seperti Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2013, mewajibkan penggunaan produk dalam negeri dalam kegiatan usaha hulu migas. Jika ditemukan pelanggaran, Ditjen Migas dan SKK Migas siap memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Meskipun regulasi sudah jelas, praktik di lapangan menunjukkan bahwa masih ada proyek-proyek yang tidak sepenuhnya menggunakan produk domestik. Salah satunya adalah proyek EPC South Sonoro di Sulawesi Tengah dan Terminal Refrigerated LPG Tuban di Jawa Timur yang diduga masih mengandalkan produk impor, padahal produk lokal seharusnya sudah tersedia. Hal ini memicu protes dari sejumlah perusahaan domestik yang merasa dirugikan karena tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek besar tersebut.
Dalam upaya memperketat pengawasan, pemerintah juga perlu mengawasi kawasan berikat yang sering menjadi titik rawan penyusupan barang impor yang seharusnya dipenuhi oleh industri dalam negeri. Selain itu, Irvan juga menyarankan agar pemerintah membatasi atau bahkan menolak permohonan izin impor bagi perusahaan yang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa produk yang dibutuhkan memang tidak tersedia di Indonesia. Hal ini akan menjadi langkah konkret untuk memastikan bahwa industri dalam negeri mendapatkan kesempatan untuk berkembang dan mengurangi ketergantungan pada impor.
ktorKepala P3DN Kementerian Perindustrian, Heru Kustanto, turut menggarisbawahi pentingnya penegakan hukum terhadap pelanggaran kewajiban TKDN.
“Jika ada pengaduan atau laporan terkait penggunaan produk impor yang melanggar regulasi, kami akan segera menindaklanjuti dengan memanggil BUMN atau kontraktor yang bersangkutan,” tegasnya.
Heru berharap dengan langkah ini, kebijakan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) bisa berjalan lebih efektif, melindungi industri lokal, dan menciptakan peluang usaha bagi UMKM.
Upaya pemerintah dalam memastikan penerapan kewajiban TKDN di sektor migas sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, perlu diingat bahwa kesuksesan dari kebijakan ini tidak hanya bergantung pada sanksi, tetapi juga pada kerja sama dan pemahaman yang kuat antara pemerintah, industri, dan seluruh pemangku kepentingan. Dengan sosialisasi yang lebih intensif dan pengawasan yang ketat, diharapkan produk dalam negeri akan semakin mendominasi pasar dan memperkuat perekonomian Indonesia di masa depan.