JAKARTA, Bisnistoday – Tenaga Ahli Mendagri, Wakil Rektor IV IPDN, Kemendagri, Suhajar Diantoro, mengatakan, hal yang jadi atensi dalam proses transisi DKI Jakarta menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yaitu hadirnya Kawasan Aglomerasi dan Dewan Kawasan Aglomerasi.
“Di mana pemerintah dan DPR RI sepakat bahwa perkembangan Daerah Khusus Jakarta tidak bisa dilepaskan dari wilayah-wilayah di sekitarnya. Sehingga, integrasi perencanaan memang sebuah keniscayaan,” kata Suhajar Diantoro saat membacakan keynote speech di acara Rapat Supervisi Kinerja Penyelenggaraan Otonomi Khusus Daerah Khusus Jakarta (DKJ) di Hotel Aryaduta Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Suhajar mengatakan, Pemerintah dan DPR RI juga sepakat dibutuhkan sebuah Lembaga yang mampu menjadi “peng-orkestrasi” di antara wilayah-wilayah tersebut.
Sehingga, kata dia, Kawasan Aglomerasi dan Dewan Kawasan Aglomerasi ini diciptakan untuk tujuan mulia yaitu merencanakan integrasi kemajuan bersama antara Jakarta dan Wilayah sekitarnya.
Menurut Suhajar, lembaga ini dibentuk berdasarkan asas kebutuhan dan bukan kepentingan. Sehingga dalam pembahasan yang tidak terlalu lama Pemerintah dan DPR RI dapat memahami kebutuhan akan perlunya Kawasan Aglomerasi dan Dewan Kawasan Aglomerasi.
“Nantinya, kelembagaan dari Dewan Kawasan Aglomerasi akan sepenuhnya ditunjuk dan ditentukan Presiden. Sehingga akan tercipta keharmonisan dan keserasian pembangunan wilayah aglomerasi dengan kepentingan Nasional,” kata Suhajar.
Suhajar mengatakan, dalam UU No 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, materi muatan yang diatur sepenuhnya diperuntukkan menunjang Jakarta menjadi kota kelas dunia.
“Jakarta tetap melaksanakan otonomi satu Tingkat, karena terbukti efektif dalam proses birokrasi pemerintahan,” kata Suhajar.
Menurut Suhajar, Jakarta diberikan kewenangan-kewenangan khusus yang mampu menunjang Jakarta menjadi kota global. Di antaranya, kewenangan untuk mengatur urusan-urusan seperti persampahan, perdagangan, investasi dan lain-lain untuk menunjang perekonomiannya.
“Pemerintah pusat nantinya hanya menerbitkan panduannya melalui norma, standar, prosedur dan kriteria yang materi muatannya tidak boleh menarik kewenangan pemerintah provinsi, dengan tujuan memastikan kewenangan tersebut sejalan dengan kepentingan Nasional,” kata Suhajar.
Suhajar menjelaskan, Jakarta yang selama ini dikenal menjadi ibukota negara, melalui undang-undang ini akan melakukan transformasi yang signifikan.
“Untuk itu kami coba menyampaikan beberapa hal yang menjadi atensi masyarakat dan terobosan pengaturan yang ada dalam undang-undang,” kata Suhajar.
Menurut Suhajar, hal yang juga jadi atensi yakni pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta, pemerintah dan DPR sepakat bahwa pemilihan gubernur dan wakil gubernur di Jakarta tetap akan dipilih secara demokratis di wilayah Jakarta.
“Hal ini untuk memastikan bahwa hak warga Jakarta sebagai insan politik tetap dapat dijalankan sepenuhnya,” kata Suhajar.
Suhajar mengatakan, hal tak kalah pentingnya adalah afirmasi kebudayaan Betawi. Jakarta merupakan miniatur Indonesia. Seluruh unsur kebudayaan di Indonesia ada dan hadir di Indonesia.
Namun demikian, kata Suhajar, sebagai penduduk asli Jakarta, Kebudayaan Betawi akan menjadi prioritas dalam pemajuan Kebudayaan Jakarta. Nantinya direalisasikan melalui adanya kewenangan khusus dalam bidang kebudayaan yang mengutamakan Budaya Betawi yang berkembang di Jakarta.
“Hal ini memang kami pandang penting karena Kebudayaan Betawi merupakan identitas asli Jakarta sejak lama, dan identitas ini tidak boleh hilang ataupun tergerus dengan derasnya arus modernisasi dan globalisasi,” jelas Suhajar.
Suhajar juga mengupas pentingnya soal Dana Kelurahan. Untuk menjawab permasalahan yang kompleks di Jakarta, diberikan kewenangan pengelolaan keuangan pada Kelurahan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
“Nantinya kelurahan diharapkan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan di Jakarta secara lebih akurat dan terfokus,” kata Suhajar.
Hal ini juga termasuk bagian dari peningkatan pelayanan publik karena Jakarta akan dijadikan kota global. Oleh karena itu, pelayanan publik Jakarta juga harus memenuhi standar yang tinggi.
Soal aset negara di Jakarta, Suhajar mengatakan, dengan berpindahnya Ibukota Negara nantinya, Aset-Aset Pemerintah Pusat di Jakarta akan tetap dikelola oleh Pemerintah Pusat.
Hal ini karena Aset-Aset seperti Gelora Bung Karno (GBK), dan Senayan merupakan monumen yang mengandung nilai Sejarah Indonesia, maka pengelolaannya harus dipegang oleh Pemerintah Pusat.
“Contohnya Gelora Bung Karno, stadion ini sudah sering menjadi tuan rumah kegiatan-kegiatan level internasional termasuk pertandingan olahraga, konser, dan upacara kenegaraan,” kata Suhajar.
Menurut Suhajar, dibutuhkan sumberdaya yang lebih untuk mengelola aset tersebut sehingga lebih tepat bila dikelola oleh pemerintah pusat.
Selain itu, beberapa aset yang ada di Jakarta seperti GBK dan kompleks Senayan merupakan simbol nasional yang memiliki nilai Sejarah dan kebanggaan Indonesia. Sehingga pemerintah pusat perlu memastikan bahwa simbol-simbol ini dijaga dan dilestarikan dengan baik.
Menurut Suhajar, dalam masa transisi tak kalah pentingnya adalah untuk memastikan perpindahan yang efektif dan bertahap, pemerintah dan DPR sepakat untuk membuat norma masa transisi perpindahan. Tujuannya agar Jakarta dapat merencanakan penyesuaiannya secara bertahap seiring dengan Pembangunan yang sedang berjalan di Ibukota Nusantara.
Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada gangguan terhadap layanan pemerintahan dan administrasi negara baik, di Jakarta maupun di Ibukota Nusantara ketika terjadi perpindahan.
“Dengan adanya pengaturan yang baik dan rinci, masa transisi dapat berjalan dengan lancar, mengurangi risiko gangguan terhadap pemerintahan dan masyarakat, serta memastikan bahwa IKN baru dapat berfungsi dengan baik sejak awal operasionalnya,” pungkas Suhajar. (*)