JAKARTA , Bisnistoday – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) fokus menyelesaikan serta mencegah terjadinya masalah pertanahan. Tingginya nilai tanah dan banyak pihak yang berkepentingan terhadap tanah mengakibatkan permasalahan pertanahan tidak terelakkan. Banyak kejadian tercatat maupun tidak tercatat, sehingga sulit bagi generasi saat ini mencoba melakukan rekonstruksi terhadap masalah pertanahan yang sudah lama terjadi.
“Kadang bukti yang ada terkait masalah pertanahan itu, sengaja dihilangkan oleh oknum tidak bertanggung jawab sehingga kita sulit untuk mengetahui bagaimana masalah pertanahan itu terjadi. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati mengurai suatu masalah pertanahan,” kata Tenaga Ahli Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dan Ruang, Hary Sudwijanto dalam kegiatan webinar Hubungan Masyarakat, kemarin.
Dalam mencegah terjadinya masalah pertanahan, peran pimpinan dirasa sangat penting. Hary Sudwijanto mengutarakan bahwa peran pimpinan tersebut merupakan aspek dinamis dalam suatu organisasi.
“Ketika seseorang mendapat amanat untuk menduduki suatu jabatan, ia memiliki peran yang sangat penting untuk memajukan suatu organisasi karena ia memiliki kekuasaan penuh untuk memajukan organisasi. Tetapi kembali ke diri pimpinan itu, apakah berani mengambil suatu keputusan, apakah ia ragu-ragu atau ia yakin dengan keputusannya,” kata Tenaga Ahli Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dan Ruang.
Sebagai informasi, Kementerian ATR/BPN telah menyusun tipologi sebaran kasus sengketa dan perkara pada tahun 2015-2019. Menurut data Direktorat Jenderal (Ditjen) Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan jumlah sengketa/konflik tanah yang sudah selesai dalam kurun waktu 2015-2019 adalah 3.179 kasus dan jumlah kasus perkara pertanahan yang sudah diputuskan selesai oleh pengadilan adalah 3.015 kasus.
“Dari tipologi tersebut, kasus yang sering muncul adalah Pendaftaran Peralihan Tanah, Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Penetapan Batas/Letak Bidang, serta Penguasaan/Pemilikan Tanah Belum Terdaftar,” ungkap Hary Sudwijanto.
Penanganan masalah pertanahan dapat dilakukan secara internal serta eksternal. Penanganan internal dapat dilakukan dengan melakukan internalisasi nilai-nilai Kementerian ATR/BPN, yakni Melayani, Profesional dan Terpercaya. Nilai-nilai ini perlu ditopang dengan kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dan kecerdasan sosial.
”Dalam penanganan eksternal, kita dapat melakukan tiga hal yaitu preemtif, preventif, serta penegakan hukum (gakkum). Preemtif adalah melibatkan masyarakat untuk mendeteksi dan mengindetifikasi masalah pertanahan serta menemukan solusinya, lalu preventif adalah membentuk saluran komunikasi antara Kementerian ATR/BPN dengan masyarakat guna mendiskusikan masalah pertanahan yang perlu dipecahkan bersama. Sedangkan gakkum adalah menjalin kerjasama dengan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan kasus sengketa pertanahan,” kata Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN.
Lebih lanjut, Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN mengatakan bahwa Kementerian ATR/BPN menjelaskan bahwa peran pimpinan dalam mencegah masalah pertanahan dengan memosisikan diri seorang pimpinan sebagai suri tauladan, pimpinan sebagai agen perubahan serta pemimpin sebagai pembimbing yang harus dapat melakukan koreksi sekaligus memberikan solusi dan juga mengambil keputusan.
“Sebagai seorang panutan atau suri tauladan, seorang pemimpin harus menginspirasi bawahan di mana perilaku baiknya akan dijadikan panutan dan diikuti. Pemimpin juga harus berperilaku positif, dapat membangun kepercayaan, berintegritas, mengarahkan bawahan serta memberikan dukungan,” kata Hary Sudwijanto.
Hary Sudwijanto menambahkan delapan kualitas pemimpin yang baik. “Pertama, pemimpin harus beriorientasi pada visi; kedua, inovatif serta mengikuti perkembangan zaman; ketiga, berorientasi pada proses manajemen; keempat, dapat membangun kemampuan; kelima, menerapkan _merrit system;_ keenam mampu memotivasi bawahannya, ketujuh, dapat berkomunikasi dengan setiap bawahan serta sesamanya, kedelapan adalah membangun kultur organisasi,” ungkap Hary Sudwijanto./