JAKARTA, Bisnistoday – Pemerintah melalui kebijakanya memberikan keleluasaan masyarakat selama mudik dan balik musim Lebaran tahun 2025 dengan salah satunya memberikan diskon tarif jalan tol. Diskon tarif tol ini juga diharapkan memberikan dorongan agar leluasa bagi pemudik untuk berangkat lebih awal sehingga terhindar dari kepadatan lalulintas di jalan tol.
Tidak hanya itu, juga pemerintah melalui Kemendikdasmen telah melonggarkan kepada Anak Sekolah libur lebih awal, yakni tanggal 20 Maret 2025 yang sedianya mulai libur pada 24 Maret 2025. Sungguh luar biasa, apakabila dilihat dari sisi pemudik bermobil yang notabene sudah mengantongi Tunjangan Hari Raya, terus mendapat diskon tarif tol, serta anak-anak masa libur sekolah yang panjang. Nikmat mana lagi yang engkau dustakan.
Ironisnya disisi lain, para kuli panggul yang mengharapkan pekerjaan memindahkan barang naik dan turun dari truk terpaksa ngganggur. Apalagi, libur panjang 16 hari masa lebaran tidak beroperasi angkutan barang, menjadi semakin panjang tangisan keluarga mereka karena tidak bekerja. Selama setengah bulan, para pekerja serabutan inipun tak ada pemasukan. Bahkan, saking tidak kuatnya menanti penerapan SKB tiga menteri ini, para pengusaha truk di Jabodetabek serta Jawa Timur melakukan mogok operasi pada 20 Maret 2025 nanti.
Sungguh ironis, bahwa para pemudik yang berkendara mobil mewah seperti Mercy, Lambogini, Inova atau kendaraan mewah lainnya bahkan kendaraan baru yang mau dipamerkan ke kerabatnya, mendapat diskon tarif, sungguh membuat geleng-geleng kepala. Karena, belum tentu juga, para pemudik ini berangkat juga lebih awal dari harapan kebijakan diskon tarif tol ini. Tetap saja, diprediksi pemudik akan berjejal di jalan tol pada 28 Maret 2025 nanti.
Lantas, apa gunanya penerapan diskon tarif tol untuk pemudik kaya ini? Perlunya evaluasi menyeluruh dan lebih akurat, atas kebijakan diskon tarif tol ini, apakah mampu mengurai kepadatan lalulintas di Jalan Tol? Apabila tetap saja bakal terjadi kepadatan di hari yang sudah diprediksikan pula, mengapa kebijakan ini terus berulang secara dogmatis setiap tahun?
Bukan sendikit lho, nilai potensial pendapatan operator jalan tol ini yang hilang, atau tidak jadi duit, ketika diterapkan diskon 20%. Satu saja semisal, dari GT Cikampek Utama menuju GT Kalikangkung untuk kendaraan Golongan I dari tarif normal Rp440.000 menjadi Rp352.000 setelah terdiskon Rp88.000/kendaraan.
Bayangkan saja, diskon Rp88.000/ kendaraan dari total prediksi kendaraan yang melintas di musim mudik lebaran 2,9 juta kendaraan, sungguh besar potensial loss pendapatan sekitar Rp255,2 miliar. Potensial loss ini, bahkan juga terjadi ruas-ruas di Sumatera, serta ruas-ruas tol Pulau Jawa, sehingga potensi kehilangan pendapatan tentu jauh lebih besar lagi.
Belum lagi, kebijakan yang serta merta, diskon 20% juga diterapkan dalam kondisi operator jalan tol yang berbeda-beda. Bagi Jasa Marga Group, mungkin tidak menjadi beban berat, namun apabila diterapkan di ruas tol di Sumatera, seperti tol dikelola PT Hutama Karya, maupun PT Waskita serta beberapa ruas di Trans Sumatera, akan menjadi persoalan pendapatan yang cukup berat. Ketika, operator tol di Trans Sumatera ini berharap peningkatan pendapatan dari masa mudik lebaran setahun sekali, malah harus tragis menangis merelakan potensi pendapatan karena dipangkas 20%.
Sungguh lucu, sudah orang kaya mendapat diskon tarif tol sebesar itu, yang belum tentu efektif juga dalam mengurai trafik pada puncak kepadatan. Kebijakan diskon tarif tol ini, apakah sudah melalui evaluasi menyeluruh kebijakan pemerintah terhadap masyarakat secara luas?
Negeri ini sungguh ironis, bahwa pemudik yang memakai mobil dan mengantongi THR atau mereka datang dari golongan menengah atas, malah mendapat subsidi diskon tarif tol, sedangkan masyarakat miskin, buruh harian yang harus bekerja setiap hari terpaksa puasa tidak makan, karena kendaraan angkutan barang tak boleh beroperasi.
Potensi kehilangan pendapatan operator tol Rp 255,2 miliar atau lebih besar ini sebaiknya digunakan untuk memberikan bantuan masyarakat kurang mampu seperti kuli panggul, masyarakat nelayan, pemberian bantuan angkutan mudik gratis, maupun fasilitas golongan masyarakat yang mudik terpaksa menggunakan sepeda motor. Anggaran ini bisa dialihkan ke penyediaan sewa shelter tempat istirahat pemotor, atau bantuan makanan gratis bagi masyarakat pemudik motor yang kurang mampu.
Kebijakan pemerintah seharusnya bisa membuat happy semua masyarakat, tidak terkecuali golongan kuli panggul serta pemudik motor. Jangan lantas memberikan bantuan terhadap masyarakat golongan menengah atas yang sebenarnya mampu membayar. Begitupun operator jalan tol yang tergerus pendapatannya, akibat kebijakan yang dipaksakan. Semoga kebijakan model seperti ini, dapat menjadi bahan evaluasi menyeluruh pemerintahan Presiden Prabowo./
Jakarta, Maret 2025
Redaksi Bisnistoday