www.bisnistoday.co.id
Sabtu , 17 Mei 2025
Home OPINI Gagasan Nilai Tambah sebagai Manifestasi Ideologi Koperasi
Gagasan

Nilai Tambah sebagai Manifestasi Ideologi Koperasi

Suroto
Social Media

Oleh Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR), Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang

DI tengah dominasi sistem ekonomi kapitalistik yang menempatkan keuntungan pemilik modal sebagai tujuan utama, koperasi hadir sebagai bentuk alternatif yang menempatkan manusia dan komunitas sebagai pusatnya. Dalam kerangka ideologi koperasi, nilai-nilai seperti demokrasi ekonomi, solidaritas, kemandirian, dan keadilan sosial menjadi dasar pijakan. Oleh karena itu, setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh koperasi tidak hanya dipandang dari sisi efisiensi atau keuntungan semata, tetapi juga dari sejauh mana aktivitas itu mampu memperkuat nilai-nilai ideologis koperasi.

Salah satu aktivitas strategis koperasi yang sarat makna ideologis adalah penambahan nilai (value addition). Dalam konteks koperasi, penambahan nilai bukan semata proses produksi atau pengolahan untuk meningkatkan harga jual. Ia adalah manifestasi dari ideologi koperasi itu sendiri, karena menjadi instrumen bagi anggota koperasi untuk berdaulat atas hasil kerjanya, memperkuat posisi tawarnya dalam pasar, serta membangun kemandirian ekonomi komunitas.

Momentum pengakuan internasional juga memperkuat posisi koperasi secara ideologis dan historis. Pada tahun 2016, UNESCO secara resmi mengakui koperasi sebagai Warisan Budaya Takbenda Umat Manusia (Intangible Cultural Heritage of Humanity), menegaskan bahwa nilai-nilai dan praktik koperasi adalah bagian dari kekayaan budaya umat manusia. Dan pada tahun 2025, gerakan koperasi dunia memasuki tonggak penting lainnya dengan penetapan Tahun Koperasi Internasional oleh International Cooperative Alliance (ICA) — sebuah momentum untuk memperkuat peran koperasi dalam menjawab krisis global.

Dalam sistem ekonomi konvensional, nilai tambah sering kali diambil oleh pihak yang memiliki kendali atas proses pengolahan, distribusi, dan pemasaran. Petani, nelayan, pengrajin, atau produsen skala kecil hanya mendapat bagian paling kecil dari nilai yang diciptakan dalam rantai ekonomi. Ini terjadi karena mereka tidak memiliki sarana produksi dan akses pasar yang memadai. Nilai tambah dikapitalisasi oleh pemilik modal dan perusahaan besar.

Koperasi hadir untuk memutus rantai ketimpangan itu. Ketika koperasi mengambil peran sebagai pengolah, pemasar, dan bahkan pemilik merek produk anggotanya, maka koperasi sedang menegaskan kembali kedaulatan anggota atas nilai yang mereka hasilkan. Petani tidak hanya menjadi penghasil komoditas mentah, tetapi juga pemilik industri kecil pengolah hasil panen. Koperasi nelayan tidak hanya menjual ikan segar, tetapi mengolahnya menjadi produk siap saji, dan menjualnya melalui jaringan distribusi koperasi konsumen.

Dengan cara ini, nilai tambah yang sebelumnya dikuras oleh pihak luar, kini kembali ke tangan anggota. Ini adalah bentuk nyata dari demokrasi ekonomi, karena kekayaan yang dihasilkan oleh komunitas dikelola dan dinikmati oleh komunitas itu sendiri.

Koperasi berbeda dari perusahaan kapitalis bukan hanya dalam bentuk kelembagaan, tetapi dalam cara pengambilan keputusan. Dalam koperasi, penentuan arah produksi, pengembangan produk, hingga strategi distribusi dilakukan melalui mekanisme musyawarah dan persetujuan anggota. Maka, setiap inisiatif penambahan nilai merupakan keputusan kolektif yang memperhitungkan kesejahteraan bersama, bukan kepentingan segelintir orang.

Sebagai contoh, ketika koperasi pertanian memutuskan untuk mendirikan unit pengolahan beras bermerek, keputusan tersebut diambil berdasarkan kebutuhan anggota untuk memperoleh harga jual yang lebih baik. Proses ini biasanya melibatkan diskusi terbuka: dari pemilihan teknologi, sumber pembiayaan, hingga strategi pemasaran. Setiap anggota memiliki suara yang sama, terlepas dari berapa besar modal yang mereka kontribusikan.

Inilah implementasi dari prinsip satu orang satu suara, yang membedakan koperasi dari perusahaan modal di mana kekuasaan ditentukan oleh jumlah saham. Melalui inisiatif penambahan nilai, koperasi menunjukkan bahwa demokrasi ekonomi bukan slogan, melainkan praktik nyata dalam ekonomi sehari-hari.

Dalam kerangka ideologi koperasi, kemandirian ekonomi adalah tujuan penting. Koperasi didirikan untuk membantu anggotanya keluar dari ketergantungan terhadap tengkulak, rentenir, dan perusahaan besar yang memonopoli pasar. Namun, kemandirian itu tidak mungkin tercapai jika koperasi hanya berperan sebagai perantara jual beli hasil produksi mentah anggota.

Penambahan nilai adalah strategi kunci menuju kemandirian. Dengan mengolah produk mentah menjadi produk setengah jadi atau jadi, koperasi memasuki level industri yang sebelumnya didominasi oleh kapitalis. Ini bukan sekadar soal meningkatkan pendapatan, tetapi juga membangun kontrol atas proses ekonomi. Koperasi tidak lagi tergantung pada pasar konvensional, karena ia bisa membangun pasar sendiri—baik melalui toko koperasi, pasar digital, maupun kerja sama antarkoperasi.

Kemandirian koperasi dalam proses produksi dan distribusi juga menjadi bentuk pembebasan struktural. Anggota koperasi yang dulunya hanya menjadi objek eksploitasi pasar, kini menjadi subjek yang aktif menentukan nasib ekonominya. Ini adalah langkah penting dalam membangun ekonomi rakyat yang berdaulat.

Salah satu ciri utama kapitalisme adalah ekstraksi nilai dari kerja orang lain. Pemilik modal meraih keuntungan besar bukan karena bekerja, tetapi karena menguasai alat produksi dan pasar. Akibatnya, para pekerja dan produsen kecil hanya mendapat upah rendah atau harga jual murah, meskipun mereka menciptakan nilai ekonomi.

Koperasi, dengan inisiatif penambahan nilai, tampil sebagai lawan tanding kapitalisme. Ia membalik logika sistem: bahwa nilai ekonomi seharusnya dinikmati oleh mereka yang menciptakannya. Dalam koperasi, tidak ada pemilik pasif yang hanya menikmati keuntungan.

Semua anggota adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Keuntungan yang diperoleh dari proses penambahan nilai—baik dalam bentuk SHU, harga jual yang lebih tinggi, atau pelayanan lebih baik—kembali ke anggota sebagai pelaku ekonomi.

Dengan cara ini, koperasi tidak hanya menciptakan kesejahteraan, tetapi juga keadilan sosial, karena nilai tidak diekstraksi oleh elite, melainkan dibagikan secara adil.

Penambahan Nilai

Penambahan nilai membutuhkan keterampilan, pengetahuan, dan inovasi. Oleh karena itu, koperasi yang mengembangkan unit usaha pengolahan, merek produk, atau distribusi langsung ke pasar, secara otomatis juga menjadi lembaga pendidikan anggota.

Setiap proses produksi adalah proses pembelajaran: bagaimana mengelola mutu, memperbaiki efisiensi, memahami selera pasar, dan menjaga kelangsungan usaha. Ini memperkuat nilai ideologis koperasi tentang pendidikan dan pelatihan berkelanjutan. Koperasi tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga membangun martabat manusia melalui peningkatan kapasitas.

Anggota yang sebelumnya hanya tahu bertani kini belajar mengelola unit produksi pangan. Yang semula hanya menjual produk mentah, kini belajar tentang branding dan pemasaran digital. Transformasi ini memperkuat posisi mereka sebagai pelaku ekonomi yang sadar dan mandiri.

Dalam logika kapitalisme, perusahaan bersaing mati-matian untuk merebut pasar. Dalam logika koperasi, kerja sama lebih utama daripada kompetisi. Inisiatif penambahan nilai dalam koperasi pun dilakukan dalam semangat kolaboratif.

Koperasi produksi bisa bekerja sama dengan koperasi konsumen dalam distribusi produk. Koperasi petani bisa menjalin aliansi dengan koperasi pemuda kreatif dalam pengemasan dan pemasaran. Bahkan koperasi bisa membentuk federasi untuk membangun industri skala besar secara kolektif.

Semangat kolaboratif ini mencerminkan prinsip kerja sama antar koperasi (cooperation among cooperatives), yang merupakan bagian dari jati diri koperasi global.

Jika koperasi ingin menjadi kekuatan ekonomi rakyat yang nyata, maka ia harus melampaui fungsi dasar sebagai tempat menabung atau menjual hasil panen. Ia harus menjadi mesin pencipta nilai tambah yang dikuasai oleh rakyat sendiri. Dan proses ini hanya bisa berjalan jika koperasi berani bertindak dalam kerangka ideologi yang jelas: bahwa nilai tambah bukan untuk memperkaya segelintir elite, tetapi untuk memperkuat kedaulatan, kemandirian, dan martabat anggota.

Pengakuan UNESCO pada tahun 2016 menegaskan bahwa koperasi adalah bagian dari warisan budaya yang mengandung nilai kemanusiaan dan solidaritas. Dan dengan ditetapkannya 2025 sebagai Tahun Koperasi Internasional, dunia memberikan ruang reflektif untuk memperkuat koperasi sebagai jalan alternatif dalam menghadapi krisis sosial, ekonomi, dan lingkungan global.

Penambahan nilai bukan sekadar strategi bisnis. Ia adalah praktik ideologis. Ia adalah bentuk perlawanan. Dan pada akhirnya, ia adalah jalan menuju ekonomi yang lebih adil, berdaulat, dan manusiawi./

Arsip

BISNISTODAY – INSPIRE YOUR BUSINESS

PERTAMINA IS THE ENERGY

TAWWAFI TOUR LUNCURKAN PAKET UMROH

SOROTAN BISNISTODAY

Beritasatu Network

Related Articles

Ilustrasi Koperasi Indonesia
Gagasan

Koperasi Merah Putih Mesti Profesional, Kalau Tidak Bakal Jadi Bancakan

JAKARTA, Bisnistoday - Koperasi Merah Putih sebagai pilar ekonomi kerakyatan di Indonesia...

Permukiman Kumuh
GagasanHEADLINE NEWS

Demokratisasi Ekonomi, Agenda yang Terlupakan dari Reformasi

Oleh Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES) Chief Executive Officer/CEO...

Gagasan

Koperasi dan Demokrasi Ekonomi

Oleh Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) SECARA ekonomi politik, ketika...

Gagasan

Koperasi Desa Merah Putih Tak Layak Disebut sebagai Koperasi

Oleh Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) DALAM upaya untuk mencapai...