www.bisnistoday.co.id
Sabtu , 14 Desember 2024
Home OPINI Indepth Suksesi Hamas: Meshaal, Sinwar, atau Zahar
Indepth

Suksesi Hamas: Meshaal, Sinwar, atau Zahar

Social Media

Oleh Sabpri Piliang, Wartawan Senior

ULASAN kolom David Ignatius di Washington Post (AS), Kamis 1 Agustus 2024 sangatlah menarik. “Saat saya mempertanyakan beberapa teman Israel. Mengapa mereka tak bisa lepas dari mesin kekerasan yang terus-menerus”. Jawaban mereka, pasrah.

ko

“Ini Timur Tengah. Kebencian dan kekerasan adalah kenyataan hidup. Kekuatan militer adalah satu-satunya jalan menuju keamanan. Dan, kedamaian adalah ilusi”.

Pandangan ini sangat relevan dengan kekinian faktual. Pembiaran ‘akut’ pemilik hak veto di Dewan Keamanan PBB (Security Council), yang biasanya berperan sebagai “polisi dunia”, seperti bebek lumpuh. Di tengah gempuran tanpa ampun Israel, kematian “random samping”, terus menghabisi anak-anak dan wanita Palestina. Sebagian (sangat kecil), warga Israel di perbatasan, juga menjadi korban. Sangat memalukan.

Anggota Tetap Security Council (baca: Inggris, AS, Perancis, China, Rusia) yang sesungguhnya punya powerfull untuk, setidaknya secara rallying mampu ‘menghardik’ Israel, seperti saling menyandera (baca: Hak Veto).

“Dog Fight”, meminjam istilah kesadisan perang, mestinya bisa melihat 40.000 warga sipil Palestina yang tewas. Jeritan wanita dan kanak-kanak, tidak melahirkan rasa iba. Mau menunggu sampai berapa korban lagi? Sangat “menjijikkan’, dan semua menonton.

Saat konflik Kosovo dan Bosnia di Semenanjung Balkan (1991-1995), dan 1999, Security Council, bisa memberi cara, untuk “menghentikan perang”. NATO, atas Resolusi DK PBB menggempur Beograd. Perang pun berhenti. Mengapa sekarang “tidak” bisa!

Adalah betul, hak veto merupakan keniscayaan dan historis. Secara hukum, penggunaan hak veto didasarkan pada Pasal 27 (ayat 3) Piagam PBB. Ditambah dengan Pasal 99 (Piagam PBB), Sekretaris Jenderal PBB dapat menyampaikan kepada Security Council (Dewan Keamanan), yang berbunyi, “setiap masalah yang menurut pendapatnya dapat mengancam pemeliharaan perdamaian, dan keamanan internasional. Harus diambil tindakan.

Ancaman kelaparan di Gaza, penyakit, 40.000 jiwa melayang, sanitasi air yang mengancam kesehatan, sudah berada di titik nadir. Blokade bantuan makanan di luar batas oleh Israel, sangat membahayakan nilai-nilai kemanusiaan, serta Piagam HAM. Tidak adakah Way Out?

Belum usai. Peristiwa akhir Juli lalu, terbunuhnya Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, ikut memperkusut keadaan. Ismail Haniyeh yang sesungguhnya termasuk pemimpin pragmatis, sangat merugikan proses perundingan yang tengah diupayakan mediator: Mesir-Qatar-AS.

Pembunuhan Ismail Haniyeh, tidaklah menguntungkan Israel, juga tidak menjadikan Hamas ‘lumpuh’. Hamas adalah sebuah ideologi tak bisa dieliminasi atau dikikis dari Gaza, lewat terbunuhnya Haniyeh juga Saleh Al-Aroury. Jurubicara Militer Israel Laksamana Daniel Hagari, pernah mengatakan itu. “Hamas adalah ideologi”.

Cara-cara lama Israel, dan juga AS untuk menjadikan Internal Palestina terbelah, juga tidak lagi efektif. Dengan menjadikan Otoritas Palestina (baca: Faksi Fatah) pasif dan nrimo, sejak perjanjian Oslo (Norwegia) 1993, lalu Dayton (AS) dst. Membuat Faksi Hamas, dan sejumlah faksi lain merasa hanya diberi “angin surga”.

Israel, sangat nyaman dengan Fatah pimpinan Mahmoud Abbas. Mereka tidak akan mengganggu, atau sampai membunuh Abbas, seperti yang terjadi pada Saleh Al-Aroury dan Ismail Haniyeh. Kalau perlu, Israel akan menjaga 24 jam Mahmoud Abbas, agar tidak terbunuh.

Peristiwa 2007, saat Hamas memenangkan Pemilu Gaza, mengalahkan Fatah, bagi Israel dan AS adalah “bencana”. Beberapa kali terjadi pertempuran Hamas-Israel, sejak 2009. Setidaknya sudah lima kali, dan 2023 adalah yang paling lama (baca: 10 bulan).

Kematian Ismail Haniyeh, di Teheran, menjadikan aliansi Palestina dengan Iran lewat “proxy” Iran di Lebanon (Hezbollah), dan Houthi di Yaman, makin ‘kohesif’. Hamas (baca Palestina), sejak lama sadar betul, dukungan Iran dengan perjuangan mereka, bersipat ‘simetris’ (sejajar). Sementara, dukungan negara-negara Teluk (Kuwait, Qatar, dan Arab Saudi) kepada Palestina, lebih asimetris (tidak sejajar).

Faktor hubungan negara-negara Dewan Kerjasama Teluk (GCG): Kuwait, Arab Saudi, Oman, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab (UAE), dengan AS dan Israel, menjadi “ingredien”, pembelaan terhadap Hamas (Palestina) ‘ambivalen’ (mendua). Sementara Iran yang bermusuhan dengan AS-Israel, bersikap lebih simetris kepada Hamas.

Ismail Haniyeh adalah tokoh Hamas yang disegani dan dihormati. Sikap pragmatisnya yang kuat, akan sulit mencari penggantinya yang “equivalent”. Mensitir pernyataan Profesor Ilmu Politik Universitas Gaza, Walid Al-Moudallal, di kawasan Timur Tengah saat ini ada dua poros.

Poros pro-AS, yang mencakup semua negara GCG, Mesir, dan Yordania. Serta poros anti-AS, konfigurasinya: Iran, Hezbollah, dan Hamas, akan sangat mempengaruhi dan “adu kuat”, siapa yang akan memimpin Hamas paca-Ismail Haniyah.

Yordania yang dekat dengan AS, tentu lebih tertarik untuk mengembalikan Khaled Meshaal untuk menggantikan Haniyeh. Khaled Meshaal akan lebih pragmatis, ketimbang Yahya Sinwar, Mahmoud Zahar, Mohammed Deif, atau Marwan Issa. Namun, penentu akhir adalah, Dewan Syura Hamas. Kita tunggu./

Arsip

BISNISTODAY – INSPIRE YOUR BUSINESS

PERTAMINA IS THE ENERGY

TAWWAFI TOUR LUNCURKAN PAKET UMROH

SOROTAN BISNISTODAY

Beritasatu Network

Related Articles

DAMRI
Indepth

Pemerintah Masih Mengabaikan Angkutan Jalan Perintis

JAKARTA, Bisnistoday - Pemerintah melarang jika ada angkutan umum yang tidak laik...

Korupsi
Indepth

Praktik Pemberantasan Korupsi Jangan Hanya Sebatas ‘Omon-Omon’

JAKARTA, Bisnistoday – Sejumlah tokoh berpandangan, pembenrantasan korupsi seperti yang ditegaskan secara...

BRICS
Indepth

BRICS atau OECD, Pilih Yang Mana atau Keduanya?

JAKARTA, Bisnistoday – Situasi geopolitik bergerak dinamis sejalan dengan perubahan geoekonomi global...

Otorerisme
Indepth

Demokrasi Semu Terlahir Ditengah Tatanan Otoriterisme

JAKARTA, Bisnistoday – Situasi perpolitik nasional diwarnai praktik demokrasi semua ditengah kangkangan...