JAKARTA, Bisnistoday – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada akhirnya memutuskan tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) pada level 5,75%. Sikap Bank Indonesia ini, dinilai sebagai cermin upaya menjaga stabilitas ekonomi nasional.
“Keputusan RDG BI hari ini (19/3) yg mempertahankan BI Rate tetap di level 5,75% merupakan keputusan yang tepat dan antisipatif,” ungkap Ryan Kiryanto, Ekonom Senior dan Associate Faculty LPPI di Jakarta.
Menurut Ryan, keputusan RDG ini terutama mempertimbangkan gejolak temporer yang terjadi di pasar keuangan domestic. Ini, ditandai oleh menurunnya IHSG yang cukup drastis terutama pada perdagangan hari Selasa, (18/3) kemarin, dan melemahnya nilai tukar rupiah di sepanjang tahun ini.
“Keputusan BI yg mencerminkan stance pro stability memang menjadi prioritas utama di saat tekanan eksternalnya begitu kuat sebagai dampak kebijakan ekonomi AS di bawah Presiden Donald Trump yang dinilai anti mekanisme pasar,” urainya.
Sikap Presiden Trump, lanjut Ryan, terutama dengan kebijakan kenaikan tarif bea masuk barang-barang dari beberapa negara mitra dagang Amerika Serikat yang menikmati surplus dagang besar seperti China, Meksiko, Kanada dan Vietnam.”Kebijakan ini membuat perang tarif berkepanjangan karena perlawanan balik (retaliasi) dari negara-negara tersebut.”
Ryan menuturkan, outlook pertumbuhan ekonomi domestik yang direvisi ke bawah oleh lembaga internasional termasuk OECD, juga menekan kurs rupiah. Ini memunculkan sentimen negatif yang terus meningkat.
Beberapa kebijakan dan update data ekonomi yang sempat membuat gaduh seperti PPN 12%, LPG 3 kg, defisit APBN, dan Danantara karena kurang efektifnya komunikasi atau diseminasi dari pembuat kebijakan juga menurunkan level kepercayaan pasar.
“Harapan ke depan, dengan langkah taktis dan antisipatif BI tersebut dapat mengembalikan atau memulihkan kepercayaan pasar sehingga pressure terhadap pasar keuangan Indonesia dapat diminimalkan.”
Kebijakan Saling Menguatkan
Tentu saja belum cukup, lanjut Ryan, maka harus diperkuat dengan kebijakan fiskal dan keuangan yang sinergis dan saling menguatkan dengan kebijakan moneter baik melalui kebijakan suku bunga acuan (BI Rate) maupun kebijakan makro prudensial yang tetap dengan stance pro growth.
“Penting juga para pengambil kebijakan mendengarkan dan merespon secara tepat, elegan dan konstruktif suara-suara pelaku pasar melalui strategi komunikasi yang efektif dan konstruktif untuk dapat menjaga dan meningkatkan level of trust dari pasar.”
Ekonom Senior ini, menambahkan bahwa membangun serangkaian “cerita yang baik” (good story board) terkait perkembangan keekonomian domestik menjadi krusial di tengah erosi atau dilusi kepercayaan pasar karena kombinasi faktor eksternal (global) dan internal (domestik).
Ia menambahkan, guyuran berita-berita baik yang mampu membentuk tone atau persepsi positif juga penting untuk mengembalikan level optimisme terkait outlook ekonomi Indonesia tahun ini dan ke depannya. “Harapannya adalah penguatan kembali rupiah dan IHSG serta indeks-indeks sektoralnya menuju posisi fundamentalnya.”/