TAIPEI, Bisnistoday– Kantor Dagang dan Ekonomi (KDEI) Taipei menggelar sosialisasi kebijakan barang kiriman dan bawaan Pekerja Migran Indonesia (PMI) pada Jumat, (23/8), di kantor KDEI Taipei, Taiwan. Sosialisasi tersebut diikuti masyarakat Indonesia, khususnya para PMI, di Taiwan. Melalui sosialisasi tersebut, PMI di Taiwan dapat mengetahui aturan barang kiriman dan bawaan PMI yang terkoneksi dengan Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Sisko P2MI) dan Portal Peduli Warna Negara Indonesia (WNI).
“Selain mengirim uang (remitansi), tentunya PMI juga mengirim barang ke Tanah Air untuk sanak saudara. Ada yang mengirim barang, baik saat periode kontrak, saat cuti pulang, maupun saat pulang permanen ke Indonesia. Tentunya, untuk kelancaran pengiriman barang, PMI maupun perusahaan jasa pengiriman dapat mengetahui hal-hal baru terkait kebijakan dan pengaturan barang impor,” ungkap Kepala Bidang Tenaga Kerja KDEI Taipei Purwati Uta Djara dalam sosialisasi.
Saat sosialisasi, Uta menjelaskan tata cara mengajukan surat keterangan pindah sebagai salah satu syarat pengiriman barang pindahan. Uta juga menjelaskan tata cara agar PMI dapat terdata dalam sistem komputerisasi Sisko P2MI melalui aplikasi daring Sistem Informasi Perpanjangan Kontrak (SIPKON) KDEI Taipei. Ia juga menyampaikan informasi terkait pengembangan sistem baru pendataan PMI profesional yang sedang memasuki tahap uji coba.
“Manfaat utama bagi PMI jika terdata dalam SIPKON KDEI Taipei dan pendataan profesional adalah didapatkannya manfaat relaksasi pembebasan barang masuk sesuai Lampiran III Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Berdasarkan Permendag tersebut, relaksasi pembebasan barang masuk ke wilayah Indonesia sebesar USD 1.500 dalam tiga kali pengiriman pada satu tahun kalender,” kata Uta.
Direktur Impor Kementerian Perdagangan Arif Sulistyo turut hadir sebagai narasumber sosialisasi. Arif menjelaskan, terdapat tiga kategori barang impor, yaitu barang yang dilarang masuk daerah pabean, barang yang diatur saat masuk daerah pabean, dan barang yang bebas masuk daerah pabean. Ia mengatakan, Permendag Nomor 36/2023 Jo. Permendag Nomor 8/2024 mengatur pengecualian terhadap impor barang PMI. Barang-barang tersebut dibagi dalam tiga kategori, yaitu barang kiriman PMI, barang bawaan PMI, dan barang pindahan PMI.
“Dari ketiga kategori itu, tidak ada pembatasan jenis barang kecuali barang yang dilarang impor dan barang berkategori berbahaya. Jumlah barang juga tidak ada pembatasannya dalam setiap pengiriman. Barang pun dapat diimpor dalam keadaan baru maupun bekas,” kata Arif.
Baca Juga : Mendag Terbitkan Aturan Barang PMI dan Impor Bahan Industri
Arif menambahkan, ketentuan bea masuk, cukai, pajak impor, dan ketentuan lainnya untuk impor barang pindahan PMI mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.04/2008 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Barang Pindahan.
Selain Arif, turut hadir Kepala Subdirektorat Impor dari Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Chotibul Umam sebagai narasumber. Chotibul menjelaskan, PMI yang tercatat di Badan Perlindungan Pekerja Migran (BP2MI) secara prosedural bisa mendapatkan hak tiga kali pengiriman ke Indonesia yang nilai free on board (FOB)-nya sebesar USD 500 per tahun. Sementara itu, PMI yang telah lapor diri di portal peduli WNI serta memiliki kontrak kerja yang diverifikasi perwakilan di luar negeri mendapatkan hak satu kali pengiriman ke Indonesia senilai FOB USD 500 per tahun.
“PMI yang tidak tercatat dalam SIPKON BP2MI maupun Portal Lapor Diri WNI di Kementerian Luar Negeri tidak akan mendapatkan pembebasan bea masuk dan pajak impor atas barang kiriman. Bila barang kiriman PMI melebihi ketentuan USD 500, atas kelebihannya tersebut harus membayar bea masuk dan pajak impor dengan tarif bea masuk sebesar 7,5 persen dan pajak pertambahan nilai (PPN) impor sebesar 11 persen. Selain itu, terdapat pajak penghasilan (PPh) Impor sebesar 7,5 persen atau 10 persen sesuai jenis barang dan wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),” kata Chotibul.