JAKARTA, Bisnistoday — Genap satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berjalan. Dalam kurun waktu itu, duet ini dinilai berhasil menjaga stabilitas ekonomi dan politik nasional, meski diterpa berbagai tantangan global seperti ketegangan geopolitik, perubahan iklim, dan fluktuasi pasar keuangan dunia.
Data Badan Pusat Statistik mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12% (yoy) pada triwulan II-2025, menandakan ketahanan ekonomi yang tetap terjaga. Namun, sejumlah kebijakan besar pemerintah menuai perhatian publik—mulai dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga efisiensi anggaran yang mempersempit ruang fiskal.
Dalam satu tahun kepemimpinan, Presiden Prabowo telah melakukan tiga kali reshuffle kabinet dengan total 10 pejabat diganti. Menariknya, hampir 70% dari kunjungan kerja Presiden dilakukan ke luar negeri—menunjukkan fokus kuat pada penguatan diplomasi global.
Peneliti Continuum INDEF, Wahyu Tri Utomo, menilai langkah tersebut mencerminkan keinginan pemerintah memperluas pengaruh Indonesia di panggung internasional, tidak hanya di Asia tetapi juga ke Eropa, Timur Tengah, dan Amerika.
Makan Bergizi Gratis: Program Paling Disorot Netizen
Dari sisi perhatian publik, program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi yang paling ramai diperbincangkan dengan lebih dari 183 ribu perbincangan warganet. Sayangnya, 76,9% di antaranya bernada negatif—mulai dari isu keracunan makanan hingga kritik terhadap pengelolaan Badan Gizi Nasional.
Meski begitu, program Sekolah Rakyat justru memperoleh apresiasi tinggi, dengan 77,5% sentimen positif karena dinilai membantu keluarga miskin memperoleh akses pendidikan.
“Sebanyak 62% netizen memberikan kritik tajam terhadap program pemerintah, terutama terkait kekhawatiran akan korupsi dan efisiensi penggunaan anggaran,” ungkap laporan INDEF.
Ekonomi Stabil, Tapi Belum Ada Reformasi Struktural
Ekonom Senior INDEF, M. Fadhil Hasan, menilai capaian makroekonomi selama satu tahun masih positif: pertumbuhan ekonomi sekitar 5%, inflasi di bawah 3%, dan pengangguran menurun. Namun, belum ada reformasi struktural besaryang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Ia menyoroti adanya kesenjangan persepsi antara klaim pemerintah dan pandangan publik. Pemerintah menyebut MBG sukses, namun masyarakat menilai pelaksanaannya belum merata dan rawan penyimpangan. Selain itu, investasi asing langsung (FDI) melambat meskipun investasi domestik meningkat, menandakan masih perlunya perbaikan iklim usaha.
Dari delapan program prioritas (Asta Cita), sektor hilirisasi mendapat sentimen negatif tertinggi kedua setelah MBG. Publik menilai kebijakan tersebut belum menghasilkan manfaat nyata di lapangan.
Fadhil menilai, hal ini menunjukkan lemahnya strategi komunikasi publik pemerintah. “Pemerintah perlu lebih proaktif menjelaskan capaian dan tantangan agar persepsi publik tidak terbentuk hanya dari isu media sosial,” tegasnya.
Satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran bisa dibilang stabil tapi penuh tantangan. Stabilitas ekonomi tetap terjaga, namun persepsi publik menunjukkan kebutuhan besar akan transparansi, komunikasi efektif, dan reformasi nyata. Tahun kedua akan menjadi ujian penting: mampukah pemerintah mengubah stabilitas menjadi kemajuan struktural yang berkelanjutan?//




